29 | Love And Pain

142 16 0
                                    


Namu mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia sudah memasuki beberapa klub, kafe, dan wahana bermain, tempat-tempat yang biasanya sangat ingin Sean kunjungi. Namun ia tak mendapatkan hasil.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan kurang dua belas dan Namu sudah mencari nyaris setengah hari. Ia khawatir terjadi sesuatu pada Sean mengingat gadis itu belum banyak mengetahui tempat-tempat di Seoul. Ia mengacak surai frustasi, jemarinya mengepal pada setir sementara kedua matanya tak bisa berhenti mengendana tiap-tiap titik di pinggir jalan. Namu berharap Sean tidak pergi terlalu jauh sehingga ia tidak perlu menghubungi polisi.

Seraya menyugesti isi kepala dengan berbagai asumsi baik, Namu juga berusaha untuk menghubungi Sean. Ponsel gadis itu masih bisa dihubungi sampai tadi siang. Sean mungkin menonaktifkan ponselnya agar orang lain tak perlu susah payah mencarinya.

"Dimana kau, An?" Berulang kali matanya beralih dari ponsel dan jalan di depannya. Fokusnya pecah, sebab Namu belum juga menemukan setitik kabar akan presensi gadisnya.

"Kau sudah menemukannya?"

Namu memutar stir ke arah kanan. Ia baru saja mengangkat panggilan dari Yungi. "Belum, ponselnya tidak bisa dihubungi."

Suaranya rendah, telah sampai pada tahap pasrah. Namu tidak tahu harus kemana lagi ia mencari Sean. Ia sangat khawatir, Sean adalah gadis yang ceroboh, mudah dikelabui dan tidak memiliki pemikiran buruk terhadap orang-orang disekitarnya. Setulus dan sepolos itu seorang Sean. Namu takut orang lain akan menyakiti dan memanfaatkan kelemahan Sean.

"Kau sudah mencari kemana saja?"

"Aku ke kafe di dekat sekolah Junggo, Sean pernah bilang di sana adalah salah satu tempat favoritnya. Aku juga ke wahana bermain, ke kedai Bibi Im dan mengunjungi beberapa klub. Tapi aku belum menemukannya, Kak."

Yungi dari balik sambungan jelas menangkap sirat putus asa dari tiap kalimat yang Namu ucapkan. Ia membalas, "Sudah coba ke rumah Yeojin?"

Namu menggeleng. "Belum. Aku tidak yakin dia ada di sana."

"Bodoh," Yungi mendesis. "Kau tahu kenapa aku lebih banyak diam saat Keira menjelaskan?"

Namu diam sejenak. Otaknya agak lamban berpikir, belum lagi ia masih fokus mengendana seluruh jalan. "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Sean sempat menghubungiku. Dia bilang ada di rumah Yeojin. Tapi Yeojin bilang Sean sudah pergi sejak dua jam yang lalu."  Yungi memberikan jeda. "Coba kau pergi ke kedai Bibi Kim. Tak jauh dari sana ada klub dan restoran cepat saji. Sebodoh-bodohnya Sean, dia pasti akan mencari tempat pelarian yang memiliki banyak makanan."

Namu menepikan mobilnya di bahu jalan. Ia mendadak blank, tapi tak bisa berbohong juga ada sedikit rasa lega. Pemuda itu melamun sebentar ketika mulai kebingungan. Pandangannya lurus ke arah jalan.

"Yak!"

Ia tersentak.

"Cepat ke sana, sebelum terjadi sesuatu pada Sean."

Alisnya mengerut. "Kau tahu, Kak? Kau ini membuat repot." Ia kembali menyalakan mesinnya. "Kenapa tidak memberitahuku dari awal? Semua tidak akan serumit ini jadi aku bisa menjemput Sean dengan mudah."

Yungi berdecak. "Itu agar kau berusaha, Bodoh. Jangan mau mudahnya saja."

"Terserah kau saja, Kak."

Saat ia sudah membawa kendaraannya kembali maju, ia mendengar bunyi knalpot motor yang sangat kencang, melawan kecepatan kendaraan lain. Motor-motor itu bergerak cepat dengan jumlah sekitar enam orang di atasnya. Namu menoleh pada masing-masing motor yang melewati mobilnya. Memandangi mereka satu persatu dengan alis yang mengerut.

ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇs ᴛᴇʟʟ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang