28 | The Call

125 20 0
                                    

--

Keira tiba di rumah setelah makan siang. Gadis itu menemani Junggo yang tengah kalut karena Sean. Sedikit tidak suka, tapi sadar bahwa kalutnya Junggo lantaran membuat Sean murka, Keira jadi mengalah. Junggo bercerita bahwa Sean kehilangan kendali hingga membuat pemuda itu mengatakan hal-hal yang menyakitkan pada Sean.

Keira tidak tahu, ia juga tidak bertanya. Sebab baginya ini bukan urusannya. Yang jelas, dua orang itu saat ini tengah terlibat cekcok atas alasan yang tidak Keira pahami. Junggo takut bundanya menanyakan keberadaan Sean dan ia tidak bisa menjawab. Ingin menghubungi teman-temannya tapi takut dimarahi karena membuat Sean menangis.

Lagi, Keira merasa minder. Selain dirinya, ternyata Sean juga memiliki hubungan yang tak kalah dekat dengan orang-orang terdekat Junggo.

Gadis itu membuka alas kaki dan menggantinya dengan sandal rumah. Seperti biasa, rumahnya akan selalu ramai diisi oleh teman-teman kakaknya. Di ruang televisi saja sudah ada Namu, Hosik dan Seojin. Taekyung dan Jimmy sedang rebahan di bawah sofa sambil bermain game di ponsel. Keira tak melihat Yungi, mungkin sedang di kamar.

Gadis itu menghempaskan tubuhnya di sofa, bersebrangan dengan Taekyung dan Jimmy. Sontak membuat kedua orang itu menoleh, tapi kembali melanjutkan permainan mereka.

Surara Yungi yang datang membawa americano instan membuat Keira menoleh. "Masih ingat rumah?"

Keira mendengkus, "Jangan membuatku kesal."

"Justru kau yang membuatku kesal, anak kecil." Yungi duduk di sofa tunggal, menaikkan satu kaki di atas kaki lainnya. "Bukannya langsung pulang malah bersenang-senang dengan Junggo. Seperti tidak punya rumah."

Menyadari kekesalan sang kakak yang mungkin menyimpan sejumput kekhawatiran, Keira langsung diam. Ia menyandarkan kepalanya pada punggung sofa, menatap langit-langit ruangan dengan sendu.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Yungi.

Taekyung baru menyelesaikan permainannya. Pemuda itu duduk di bawah dan bersandar di dekat kaki Keira. Menyimak percakapan kakak beradik ini.

"Junggo sedang sedih," ujarnya pelan. "Aku tidak tahu bagaimana ceritanya, tapi dia membuat kesalahan besar. Katanya, sih begitu."

"Dia 'kan, memang ceroboh," sahut Taekyung.

Keira menukas, "Ini bukan sekadar kecerobohan, tahu."

Yungi mengernyit, dengan mata kecilnya dia menatap sang adik yang terlihat sedih tapi bercampur kesal. Tidak tahu mendadak berubah seperti itu. Padahal jika memang dia bersama Junggo semalam, seharusnya adiknya ini senang.

"Tentang apa? Sean?" tebak Yungi tepat sasaran yang langsung membuat Keira mengangkat kepalanya.

"Kau tahu?"

"Apa yang terjadi?"

Keira mengubah posisinya menjadi lebih tegak, menatap sepasang manik Yungi dengan hati-hati. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika menjelaskan masalah ini, tapi Keira juga penasaran.

Meremas jemari di depan tubuh, mengulum bibir takut, menghela napas bersama detak kehidupan yang perlahan kencang, Keira berkata, "Junggo dan Sean bertengkar."

Setelah kalimat pendek dan pelan itu dilesatkan, hampir semua pasang mata menoleh padanya. Bahkan Namu langsung bangkit, melemparkan joystick hingga mengenai paha Seojin yang kini mendumal sebal, lalu berdiri diantara Keira dan Yungi. "Bertengkar kenapa?"

"Junggo tidak pernah bertengkar dengan Sean. Sejak kecil mereka selalu akur." Taekyung meletakkan satu tangannya di atas paha Keira dan menjadikan paha sang gadis sebagai tempat bersandar.

ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇs ᴛᴇʟʟ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang