27 | Hurt So Good

172 25 1
                                    

Keira terbangun dari tidurnya saat jam menunjukkan pukul dua. Ia merasa haus dan sedikit lapar. Gadis itu melirik Buna Koo yang tertidur dengan posisi telentang menghadap langit-langit kamar. Karena ia akan turun ke bawah, jadi Keira bangun perlahan agar tidak menimbulkan suara. Sebelum turun, ia menaikkan selimut bunda Junggo dan mengecup keningnya pelan. Tak lupa mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas nakas.

Keira memang sedekat itu dengan bunda Junggo. Sudah menganggap seperti mamanya sendiri.

Setelah menutup pintu dari luar, Keira langsung turun dan berjalan menuju dapur. Suasana rumah sepi, karena keluarga Junggo memang mematikan semua lampu saat sudah malam. Hanya lampu luar dan taman saja yang dinyalakan.

Saat melewati ruang televisi, kedua matanya tiba-tiba menemukan Junggo yang sedang duduk menonton drama klasik dini hari dari layar televisi dengan volume kecil--bahkan tak ada suara sama sekali. Namun pemuda itu tidak benar-benar menonton. Junggo menaikkan dan meluruskan kedua kakinya ke atas meja kecil di depan sofa. Sementara tubuhnya bersandar pada punggung sofa dengan kepala mendongak dan kedua mata memejam.

Junggo ketiduran atau bagaimana?

Berjalan pelan, Keira menggerakkan tangannya ke depan wajah Junggo untuk memastikan Junggo benar-benar tertidur atau tidak.

"Jung?" panggilnya pelan.

Keira tidak mengharap ada balasan, ia hanya ingin memastikan. Namun dua detik setelahnya, Junggo perlahan membuka mata dan mengerjap bingung.

"Kei? Kau sedang apa di sini?" tanyanya seraya membenarkan posisinya menjadi lebih tegak.

Keira yang setengah membungkuk langsung menegakkan tubuhnya. Gadis itu menghela napas pelan saat melihat Junggo yang tak memalingkan pandangan kejutnya.

"Aku haus." Kemudian setelahnya ia berjalan meninggalkan Junggo menuju dapur.

Keira langsung mengambil gelas dan membuka kulkas untuk menuangkan air. Karena tenggorokannya kering sekali, Keira jadi tambah pusing. Ia ingin segera kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya. Sekaligus berjaga-jaga takutnya bunda Junggo terbangun dan tak menemukan dirinya di sisi ranjang.

"Ingin makan ramen bersamaku?" tanya Junggo yang diam-diam mengikuti Keira.

Keira yang membelakangi pemuda itu langsung tersedak setelah mendengar pertanyaan Junggo. Ia menepuk dadanya kuat sambil terbatuk ringan. Hal itu membuat Junggo langsung panik dan mendekat.

"K-kau baik-baik saja, Kei?" Junggo memegang kedua lengan atas Keira, memastikan. Wajah gadis itu sedikit memerah dan kedua matanya memandang Junggo dengan tatapan sulit terbaca.

"K-kenapa?" Junggo gugup saat Keira mash diam menatapnya.

"Kau bilang apa tadi?"

"Aku hanya mengajakmu makan ramen bers--" Junggo mendadak diam. Seketika mengerti. "O-oh, maksudku ... benar-benar ramen, Kei. Bukan ramen yang itu," ujarnya setengah panik.

Sebenarnya tidak ada yang salah dari pertanyaan Junggo, tetapi dari pendengaran beberapa orang bisa saja maknanya berbeda.

"A-atau ... kau mau menemaniku makan ramen?" Junggo mengubah pertanyaannya. Namun menyadari diamnya Keira, ia melanjutkan, "Mungkin kau masih mengantuk, Kei. Kau bisa kembali tidur, aku bisa--"

"Buatkan aku satu."

Usai mengatakan itu, Keira langsung berjalan menuju ruang televisi, meninggalkan Junggo yang sedikit terkejut. Pemuda itu langsung bergerak membuka kabin dan mengambil stok ramen yang masih lumayan banyak. Bundanya memang membatasi Junggo untuk memakan mi instan malam-malam, tak baik untuk kesehatan. Makannya stok ramennya selalu banyak. Satu dus bisa untuk dua bulan.

ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇs ᴛᴇʟʟ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang