Epilogue

284 21 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



7 tahun kemudian ....

Deru mesin kendaraan memasuki rungu. Sosok dalam balutan dress merah menyala, surai karamel digerai dan mantel hitam yang menutupi tubuhnya tersenyum tipis saat menatap keadaan kota di malam hari. Sepasang maniknya berbinar terang, sangat pantas disandingkan dengan kerlip kartika di atas hamparan nabastala.

"Kau sudah di jalan?" tanya seseorang dari balik sambungan. "Maaf tidak bisa menjemputmu, siapa suruh pakai acara tipu-tipu segala? Bilangnya tidak datang, tahu-tahunya sudah di sini."

Sean tergelak. Anting-anting yang ia kenakan menari pelan, labium yang dihiasi pewarna secerah delima itu mengulas kurva manis. Cantik. "Sebentar lagi sampai, kok. Tunggu, ya."

"Pestanya sudah dimulai tiga puluh menit yang lalu. Aku tunggu di lobi, ya."

Menggumam pelan, menutup panggilan, Sean menyelipkan helai rambut pada telinga kiri. Jemarinya yang polos tanpa cat kuku itu memainkan ponselnya sebentar sebelum meletakkan benda itu ke dalam tas. Kepalanya kembali menatap ke luar dan mengendana kegiatan yang masih berjalan kendati gelap sudah menyapa. Seoul yang berisik.

"Apakah Nona ingin menghadiri pesta pernikahan Presdir Jung?"

Suara dari supir yang mengantarnya itu membuat Sean menoleh. Pandangan mereka bertemu selama beberapa sekon. "Ya. Paman tahu?"

Pria dalam lingkar usia kira-kira empat puluh tahunan itu tersenyum lebih lebar. Sepasang maniknya berbinar terang layaknya ditaburi cahaya bulan sebelum membalas antusias, "Kartu undangannya terlihat mencolok," ia menjeda, terkekeh pelan. "Lagi pula, siapa memangnya yang tak mengenal Presdir Jung? Ia sangat sukses di usia muda. Perusahaan gamenya berkembang pesat, kabar pernikahan dengan kekasihnya pun diberitakan ke seluruh penjuru negeri. Sebuah kehormatan bagi saya bisa mengantarkan tamu penting seperti anda."

Seluruh kalimat yang dilesatkan sang supir tak gentar meluruhkan senyum dari bilah bibir Sean. Gadis itu sangat bangga dan rona bahagia itu menyentuh seluruh wajahnya tanpa ada yang ditutup-tutupi. Mengenai Junggo, Sean memang tak banyak bertukar kabar dengan mantan kakaknya itu. Namun, ia jelas mendapat banyak sekali kabar dari Namu perihal kesuksesan bisnis yang Junggo rintis setelah lulus dari bangku perkuliahan.

Junggo memulai bisnis game bermodalkan hobinya dan dibantu Yungi yang ahli dalam hal-hal berbau komputer. Namu juga menceritakan bagian bahwa ada masa di mana Junggo memilih bergerak seorang diri, mencoba berbagai macam hal dengan belajar secara otodidak sebelum akhirnya perusahaan bisnisnya berkembang pesat saat usia pemuda itu menginjak dua puluh lima.

Saat mendengar cerita Namu, rasanya Sean seperti didongengkan sebuah kisah fiksi dari dalam buku. Sampai detik ini, ia masih sangat tidak menyangka bahwa pemuda yang banyak diidolakan kaum betina di kampus, anak kesayangan bunda yang pemalu dan tak banyak berinteraksi dengan lawan jenis itu kini sukses dan dikenal di penjuru dunia berkat seluruh usaha dan kerja kerasnya.

ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇs ᴛᴇʟʟ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang