03 | Convictions

435 61 22
                                    

----

ᴍᴀʟᴀᴍ itu dikediaman keluarga Koo, ketiga serangkai itu sedang asik dengan pekerjaan masing-masing. Si sulung dari ketiganya nikmat sekali mencuri makanan di dapur. Ada puding, jelly rasa jeruk, ramen, juga satu kotak berisi pie. Ugh, memang surga dunia. Sementara dua bungsu itu sedang asik bermain game. Meneriakan kata-kata kasar tatkala lawan mereka nyaris membuat mereka sekarat. Tapi masalahnya, mereka saling beradu dengan taruhan yang sungguh bikin geleng-geleng kepala.

"Kalau kalah, nanti ps4mu disimpan di rumahku satu bulan," tawar Taekyung.

"Eh, mana bisa!"

"Harus bisa!" sungutnya.

"Ya sudah barter saja. Ps4ku di Kak Tae, motor sport kakak di rumahku, bagaimana?"

Taekyung berpikir sejenak, "Begini saja, ps4mu aku simpan di rumahku, lalu jika kau ingin memakai motorku, kau datang kerumah, ya?"

"Oke!"

Ha! Dasar Junggo bodoh.

Eh? Benar tidak, sih?

Taekyung yang memang sedikit kasar diantara ketiganya, tak henti mengumpat pada Junggo ketika si bungsu itu berhasil mengambil satu nyawanya. "Heh, Jung! Sialan kau, jangan melawanku begitu, dong!"

Lantas Junggo mendengkus, "Namanya juga permainan, harus saling melawan, lah. Kalau tidak mau pulang saja sana, minta susu."

Dasar tidak nyambung.

Jimmy yang sedang asik memakan ramen itu hanya diam saja. Pikirnya, sudah biasa ini terjadi. Nanti juga mereka lelah sendiri. Seharusnya sih, begitu. Asalkan Taekyung tak mengajak Junggo melakukan hal macam-macam, itu sudah cukup menjadi angin segar bagi Jimmy. Tapi masalahnya, Taekyung itu pandai sekali berpersuasif. Buktinya ketika satu ronde permainan berhasil dimenangkan Junggo, Taekyung dengan pikiran kelewat dewasa itu berujar, "Jung, temani ke klub, yuk?"

Wah, benar-benar. Mentang-mentang kalah dia sengaja mengalihkan fokus Junggo. Dasar!

"Tapi, Kak. Aku mana boleh ke klub. Ayah dan bunda kalau sampai tahu bisa bahaya."

Nah ini, Junggo itu benar-benar anak mami. Usianya memang sudah hampir menginjak 21 tahun, tapi kelakuannya saja seperti bayi. Bayi besar tentunya.

"Ah, dasar cemen. Kerjaanmu saja senang menggoda gadis, tapi diajak ke klub dan bersenang-senang tidak mau."

Kalau sudah begini, salahkan Taekyung. Sudah tahu Junggo tak suka direndahkan, ini dengan semena-mena menyebut Junggo cemen. Jadi pemuda itu bangkit, merapikan surai gulitanya lantas mendekat, "Kau ini memang cari masalah sekali ya, Kak."

Taekyung yang berbalut kaus kebesaran itu lantas tersenyum girang manakala menyaksikan Junggo beranjak menuju kamar. Sedikit melirik ke arah dapur, semoga saja Jimmy tidak mendengar. Tapi sayangnya, Taekyung yang kelewat bar-bar itu memiliki 0.1% kecerdasan. Sudah tahu suaranya menggelegar, masih sempat-sempatnya berharap agar tidak ada yang mendengar.

Astaga, Taekyung itu ternyata bodoh juga.

"Ayo, Kak—loh, Kak Jimmy?" Junggo terperangah mendapati Jimmy yang berbalut kaus hitam polos dengan mulut yang asik menyesap susu pisang berdiri di belakang Taekyung. "Kak Jimmy mau ikut, tidak?"

Dasar bocah. Sudah tahu Jimmy itu seperti apa, malah ditawarkan untuk ikut segala. Taekyung jadi gemas sekali dengan Junggo. Padahal sudah merencanakan untuk pergi diam-diam. Tapi gagal total.

"Kalian mau kemana?" tanya Jimmy dengan nada serak.

Baru saja hendak membuka mulut, Taekyung lantas mendekat dan membekap mulut Junggo dengan satu tangannya, beralih menatap Jimmy yang memandangnya dengan seraut ekspresi keruh. "Ke rumah Kak Yungi, ingin mengajaknya bermain ps."

ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇs ᴛᴇʟʟ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang