35. Ujian Datang Bertubi-tubi

41 3 4
                                    

“Kerena sesungguhnya, tidak ada ujian
Yang datang tanpa ada maksud. Selalu ada pelangi
      Selepas badai.”
                         -Amora-

Hai gaes! Gimana kabar kalian?
Semoga selalu dalam keadaan sehat
Dan selalu dalam lindungan Tuhan Maha Esa.
Amin..

Stay safe & healthy. Lof!

^ ^ ^

Motor Langit kembali sudah terpakir di depan rumah besar milik perempuan yang baru beberapa jam yang lalu resmi menjadi mantannya. Selama diperjalanan menuju rumah Hani, tiada henti-hentinya Hani menangis. Sebenarnya Langit juga tidak tega kalau harus melihat Hani sesedih ini tapi, apa daya? Dirinya sudah terlanjur sakit hati dan merasa sudah dibohongi oleh Hani. Langit sangat benci dengan orang yang berbohong, maka sebab itu tidak ada lagi toleran untuk Hani.

Hani turun dari motor Langit dengan sesegukan. Dengan gerakan cepat, Langit langsung mengambil salah satu tangan Hani hingga membuat Hani menghentikan langkahnya yang segera ingin masuk kedalam rumah. Hani sempat melihat cengkraman tangan Langit dipergelangannya, cengkraman penuh kehangatan itu nyatanya tak mampu menutupi kesedihan hatinya.

Hani membalikan tubuhnya menghadap penuh kearah Langit. Matanya menatap manik mata Langit, seolah bertanya apa maksudnya Langit menghentikan langkahnya. Jujur Hani sangat mengharapkan Langit membatalkan keputusannya itu. Tapi apa daya? Dia tidak bisa mengubah keputusan Langit, ia sadari apa yang dilakukannya emang tidak bisa dibenarkan. Hani mengaku salah.

“Jangan nangis. Hapus air matanya.” Langit lantas menyeka semua air mata yang membasahi pipi tirus nan mulus Hani.

Hani hanya bisa diam tak berkutik mendapati perlakuan seperti itu dari Langit.
“Lang, apa ngga ada kesempatan kedua buat aku?” lirih Hani. Menggenggam telapak tangan Langit yang masih berada di pipinya.

“Kamu tau aku kan? Aku paling ngga suka dibohongin—“ ucapan Langit terjeda karena langsung dipotong oleh Hani.

“Tapi aku punya alesannya, Ngit.”

“Apapun itu alesanya, ngga akan bisa benerin perbuatan salah kamu itu.” Tegas Langit. “Udah ya, aku ngga mau bahas tentang ini lagi. Sekarang kamu masuk kedalem rumah dan jangan nangis lagi. Aku ngga mau bunda kamu khawatir.” Usai berbicara seperti itu, Langit langsung menancapkan gas dan menghilang dari perkarangan rumah Hani, meninggalkan gadis itu masih diam terpaku menatap kepergiannya.

Drt.. drt… drt…

Langit menepikan motornya karena merasakan ada suatu getaran dari saku celana jeans hitamnya. Tertera nama Amora disana, tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Langit lantas menyapu tombol berwarna hijau keatas.

“Hallo”

“Lu kenapa nangis, Mor?”

“Papa mama gua kenapa?!”

“Apa??!!”


“Gu-gua otw sekarang.”

Call Off

^ ^ ^

Jalanan ibu kota menjelang magrib kala itu makin macet merayap sejak kejadian tabrakan antara mobil avanza dan truk. Disana sudah ada polisi yang sedang mengeksekusi korban dan dibantu oleh penduduk yang berada di daerah sana.

Menepi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang