15. Accident

60 9 31
                                    

~SELAMAT MENIKMATI~

Pagi ini, sekolah masih dalam keadaan berkabung pasca meninggalnya ibu dari kepala sekolah SMA Garuda, Bu Endang S.P.d. Maka dari itu pagi ini sekolah mengadakan acara doa bersama di Masjid.

Setibanya Amora dan Langit didalam kelas, ternyata audio yang tertancap di sisi sudut dinding ruang kelas, berbunyi, pertanda akan ada informasi yang akan diterima mereka.

Langkah Amora terhenti tepat didepan papan tulis kelas, ia memasang baik-baik telinganya agar dapat mencerna informasi yang kali ini akan diberitahukan.

“Good morning anak-anak ... saya akan memberitahukan bahwa kegiatan pagi ini adalah berdoa bersama di Masjid, sehubung dengan sekolah yang masih dalam masa berkabung. Maka dari itu, bagi siswa yang Muslim ... Dipersilahkan ambil al-quran yang tersedia dilemari kelas. Sedangkan siswa yang non-muslim, kalian silahkan berkumpul di aula. Yang akan dibimbing oleh Pak Idrus.” Terdengar suara Bu Shinta dari sebrang sana. Menginformasikan tentang kegiatan sekolah pagi ini.

“Yes! Berarti matpel Bahasa Jepang dilewatin dong, uhuyy,” sorak Shaina kegirangan. Dia  adalah salah satu murid yang selalu saja mendapat nilai D saat pelajaran Bahasa Jepang, maka dari itu dia sangat tidak menyukai pelajaran tersebut.

Amora hanya menatapnya sekilas, lalu kembali melanjutkan jalannya menuju tempat duduknya bersama Sasa.

“Ayo, Mor,” ajak Sasa.

“Iya hayu.” Berjalan menuju kemeja Fania dan Loren.

“Ayo, Fan, Ren,” ajak Amora, yang langsung mendapat anggukan setuju dari kedua sahabatnya.

Saat mereka berempat ingin keluar kelas, tak sengaja mata Amora dan Langit saling bertemu. Amora pangling dengan Langit, pagi ini dia terlihat lebih tampan dengan peci hitam yang bertengger diatas kepalanya, menutupi rambut hitam lebatnya.

Sesaat kemudian Langit mengulaskan senyum manisnya, “benerin jilbabnya, rambut lu kemana-mana tuh,” ucap Langit, memberi tahu.

Teman-teman mereka yang melihat Langit begitu perhatian pada Amora, seketika mereka langsung bersorak “Cieee” Hal itu mampu membuat Amora sebagai perempuan, merasa tersanjung.

“Kita mah tunggu PJ (pajak jadian)nya aja ye, gak..” kata Ucup, meledek.

“Siapa sih yang jadian? Orang ga ada yang jadian,” sunggut Amora.

“Kalian berdua lah. Kalo ga jadian, apa maksud postan kalian semalem?” cerocos Loren.

“Tau deh ah. Udah ah gue mau ke Masjid dulu.” Kesal Amora, lalu menghentakan kakinya pergi dari kerumunan teman-temannya yang julid itu.

Namun, belum sempat Amora keluar kelas dengan sempurna, tangannya ditahan oleh Langit. Amora menghentikan langkahnya tepat di hadapan Langit, dengan tangan kirinya masih digenggam oleh Langit.

“Jangan lupa ambil wudhu dulu.” Dengan senyum yang mengembang dari bibirnya.

Amora diam mematung, pikirannya entah kemana sampai-sampai ia menghiraukan ucapan Langit. Entah kenapa, Amora merasakan hal yang aneh diantara dirinya dan Langit semenjak malam kemarin.

‘Gue ga bisa kalo kayak gini terus. Bisa-bisa perasaan gue ke Langit bisa makin tumbuh dan pasti kalo gue jujurin, bakalan ngerubah semuanya.’ Batin Amora.

Tanpa membalas ucapan Langit, Amora langsung melepaskan tangannya dari cengkraman Langit, kemudian melanjutkan jalannya keluar kelas, disusul oleh ke 3 temannya.

*

Berbondong-bondong rentetan manusia keluar dari Masjid. Menuju kelas mereka masing-masing. Tapi tidak dengan siswa berparas tampan dan manis itu, lelaki itu bersama teman-temannya justru pergi kekantin.

Menepi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang