Amora mendapati wajah lesuhnya yang terpantul dari cermin yang tertancap di dinding setiap kamar mandi.
Hati dan fikiran yang saat ini sedang kacau, membuat wajahnya menjadi terlihat masam, engga enak dipandang.
Amora melirik alroji yang melingkar di pergelang tangannya, menunjukan pukul 09:30 menit. Waktu istirahat tersisa hanya 30 menit lagi, terlintas dipikiran Amora untuk shalat duha terlebih dahulu, sebelum masuk kedalam kelas.
"Assallamualikum warohmatullahi wabarakatuh." salam kana dan kiri.
Usai melakukan serangkaian gerakan shalat, Amora terlebih dahulu berdoa, mencurahkan segala kesedihan dan kegelisahan hatinya kepada Rabb-nya.
Karena Amora sadar betul, engga ada tempat berkeluh kesah selain pada Tuhannya."YaAllah ... Pagi ini Amora kembali menangisi makhluk ciptaanmu. Rasanya begitu sakit melihatnya bersama yang lain. Sesungguhnya Amora malu yaAllah jika harus menangisi ini dihadapanmu, tapi Amora juga tidak ingin kelihatan lemah dimata manusia lain. Lebih baik Amora menangis dan mencurahkan padaMu, sesungguhnya engkau maha tinggi, maha mendengar dan maha mengetahui yang terbaik buat Amora. Hamba serahkan semuanya hanya padaMu. Amin." Doa Amora sembari menitihkan air matanya hingga membuat mukenanya basah.
Selesai shalat Amora langsung kembali kedalam kelasnya, mengingat waktu istirahat tinggal ± 10 menit lagi. Saat kaki Amora telah menapaki lantai 2, dari kejauhan Amora melihat seorang perempuan bertubuh tinggi dengan body golsnya sedang berdiri didepan kelasnya.
Amora memicingkan penglihatannya supaya dapat melihat orang itu lebih jelas lagi. "Hani." Gumam Amora. Sudah dipastikan perempuan itu pasti sedang mencari pacarnya.
'Dasar manusia bucin, ga bisa banget jauh-jauh. Dasar lebay.' batin Amora mengumpat.
Engga terasa, kini langkah Amora berhenti di depan kelasnya. IPS 1. Mata Amora dan Hani saling bertautan, raut wajah Hani yang tidak dapat diartikan membuat Amora hanya memasang wajah datar kepada Hani.
Tapi seketika senyuman hangat terpampang dari wajah Hani, mau tidak mau Amora harus membalas senyuman itu.
'Sorry Han, gue harus jadi orang munafik di depan lu. Masih terasa sulit buat gue terima ini semua. Tapi tenang aja gue ga bakal ngerusak hubungan lu sama Langit ko.' Batin Amora.
"Mor, tolong panggilin Langit dong." pinta Hani.
"Ok, oh ya ... Congrats ya Han. Kuat-kuat deh ngadepin Langit," ucap Amora, sedikit terkekeh.
"Hahaha ... Siap-siap."
Amora masuk kedalam kelasnya, berjalan menuju meja Langit yang kebetulan manusianya sedang ada ditempat.
"Dipanggil pacar tuh." Amora berdiri tepat dihadapan Langit dengan wajah datarnya. Kemudian berlalu menuju mejanya, tapi ketika Amora sedang melintas disamping Langit, tangannya dicengkram oleh lelaki itu, "Lepas!" ucap Amora datar sembari mencoba melepaskan tangannya dari cekalan Langit.
"Ada yang perlu gua jelasin, dan ada yang perlu lu tau," ucap Langit dengan tatapan seoalah memohon untuk Amora mengerti dirinya.
"Ga ada yang perlu dijelasin dan ga ada yang perlu gue tau, karena saat ini yang gue tau, lu udah milik orang lain!" ucap Amora penuh penekanan dan keyakinan, "lepasin tangan gue! Dan sana lu urus pacar lu," lanjutnya.
Langit masih kukuh mempertahankan cekalannya, "Lepas!" geram Amora, langsung melepas paksa tangannya, hingga kini berhasil terlepas.
Amora berjalan menuju tempat duduknya dengan bendungan air mata yang tertahan dikelopak matanya. Sedangkan Langit masih terdiam disana, memandangi sikap Amora yang berubah kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menepi
Teen Fiction[S E L E S A I] Ketika hati hanya bisa memendam, karena tak mampu ungkapkan rasa yang begitu dalam. ︶︿︶ Tahukan rasanya jika harus memendam rasa sendiri, gimana? Capek! ... Pura-pura jadi orang paling terbahagia ketika...