39. Sebuah Penyesalan. [END]

135 4 4
                                    

Aku tidak pernah menyesal mengenalmu.
Tapi yangku sesali adalah diriku sendri.
Aku yang begitu egois, dan akulah penyebab
Segala masalah ini tercipta.
                                              -Amora-

Hai gais....
Gimana? Kalian masih mau baca Menepikan.
Harus dong ya!! Hihi
Soalnya ini part terakhir lho... wow amazing!
Semoga kalian ngga kecewa ya dengan cerita ini..

^ ^ ^

Bel istirahat pertama terdengar dipenjuru sekolah dengan kencangnya. Pertanda jam pelajaran telah selesai. Guru yang kala itu mengajar dikelas Amora pun keluar dengan membawa beberapa barang miliknya.

Sejak kepergian guru itu, kelas mendadak riuh dan ramai. Banyak dari siswa langsung berhamburan keluar kelas yang sudah pasti langsung menuju ke kantin sekolah. Tapi, tidak untuk perempuan berambut pirang sebahu, Amora. gadis itu hanya diam merenung dibangkunya, enggan kemana-mana.

Langit membalikan tubuhnya menghadap Amora , "Mor, ke kantin yuk!" ajak Langit. Kesedihanya akan kepergian kedua orang yang paling berharga dalam hidupnya perlahan-lahan sembuh dan itu semua berkat perempuan yang ada dihadapanya itu.

"Gue lagi males makan, Lang." Tolak Amora.

Tidak lama kemudian Fany, Sasa dan Loren mendatangi meja Amora. "Woi! Ngantin skuy," ajak Loren.

"Lang kita ngantin juga kuy," ajak Ucup. Setibanya Ucup dan Endy di meja Langit.

"Dasar kucup! Ngikut-ngikut aja kerjaanya." Sentak Loren.

"Yeee serah gua lah. Mulut-mulut gua, bebas lah gua mau ngomong apaan kek."

"Dasar orang ga kreatif!"

"Bodo!"

Amora yang jengah dengan keributan dua manusia yang memang selalu ribut terus setiap harinya dengan terpaksa melerai keduanya. Perasaan baru sehari dia merasa tentram dengan tidak mendengar bacotan-bacotan Loren dan Ucup , kemarin. Tapi sekarang? Dia sudah harus kembali mendengarnya.

"YaAllah... baru aja kemarin hidup gue tentram karena ngga denger kalian ribut but, sekarang kenapa harus denger lagi si?" rengek Amora, setengah menangis.

"Ya.. ampun kenapa sampe nangis gitu si?! Maaf dehh," ucap Loren.

"Gua tuh lagi resah! Kenapa sih kalian ngga paham," kesal Amora.

Sejak kemarin sore tidak ada kabar dari Arion dan itu membuat Amora resah bukan kepalang, apalagi sekarang ditambah cowok itu tidak masuk tanpa mengabari dirinya terlebih dahulu.

"Resah kenapa?" tanya Endy. Duduk disamping Amora, lebih tepatnya di tempat duduk Arion.

"Hehh kumis! Siapa yang nyuru lu duduk dibangku Arion?!" Sentak Amora, memberi plototan pada kekasih sahabatnya.

"Yailah... ini bukan tempat duduk Arion lagi kale, dia kan udah pindah," celetuk Endy.

Pupil mata Amora membesar seketika, mulutnya bergetar seperti ingin mengungkapkan sesuatu namun tertahan. Rasa sesak dihatinya seolah memwakili semua rasa yang terasa campur aduk. Persendiannya terasa keluh tak tertahankan.

"Pi-pindah?" Ulang Amora, berupaya meyakinkan apa yang di dengarnya itu merupakan suatu kesalahan.

"Iye... kemarin neneknya dateng buat minta surat pindahan sama Pak Dadang." Jelas Endy.

Merasa tertohok dengan penjelasan Endy, Amora hanya bisa memegangi kepalanya yang seketika terasa cenat-cenut akibat peregangan. Tanpa sadar, air matanya menetes bahkan deres seketika. Teman-teman Amora langsung menenangkan Amora, mereka tahu betul apa yang dirasakan oleh sahabatnya, tapi mereka juga tidak bisa menutupi hal itu, cepat atau lambat pasti Amora akan tahu.

Menepi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang