28. Mulai Lelah

109 8 22
                                    

Haiii semuaaa!!!
Gimana kabar kalian???

Akhirnya setelah sekian abad dan telah melewati beberapa purnama, Finally aku bisa UP lagiii😭🎉

Okee ngga mau bertele-tele, langsung aja keceritanya. Dan semoga kalian ngga lupa sama jalan ceritanya! :')

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~

Sejak kejadian kemarin sore. Dari semalaman Langit belum juga pulang kerumahnya, dia masih menemani Hani di rumah sakit bersama kedua orang tua Hani. Langit terlihat sangat khawatir dengan keadaan Hani yang belum juga sadarkan diri, sampai ia melupakan bundanya yang sekarang sedang cemas menunggu kepulangannya.

Sekarang Langit sedang duduk dikursi samping tempat tidur Hani, digenggamnya jemari tangan cewek yang sedang terkulai lemas ngga berdaya, sambil sesekali dikecupnya. Melihat Hani dengan kondisinya seperti ini makin membuat Langit merasa dihantui penyesalan, sesal karena tidak bisa menjaga kekasihnya waktu diperolok oleh teman-temannya.

“Sayang, ayo bangun dong,” lirh Langit, sambil terus membelai lembut wajah pucat pasih kekasihnya.

“Maafin aku karena nggak bisa jagain kamu. Ayo bangun Han, aku kangen sama kamu, aku sayang banget sama kamu, ngga ada yang bisa gantiin kamu dihati aku” dibelainya rambut blonde panjang sebahu itu.

Ceklek

Suara pintu terbuka nyatanya mampu membuat Langit menoleh 90 derajat melihat orang yang berdiri diambang pintu. Keadaan sempat hening sesaat, dengan  orang yang membuka pintu masih berdiri disana. Seketika terpancar dari bola mata Langit gejolak api kemarahan ketika melihat orang tersebut, kejadian kemarin masih membekas dimemori kepalanya hingga membuat pikiran bersih Langit tertutupi dengan pikiran kotornya.

Langit bangun dari duduknya untuk menyeret Amora keluar dari kamar Hani. Sekarang, Amora dimata Langit layaknya musuh yang harus segera dihabisi. Langit menarik menggenggam pergelangan tangan Amora dengan sangat kencang, hingga menciptakan warna merah muda disertai dengan perih yang mampu membuat Amora meringis.

“Awhhh sakit, Langit” Amora coba melepaskan cengkraman Langit, namun hasilnya nihil.

Diseretnya terus cewek itu untuk mengikuti langkahnya. Tatapan Langit benar-benar dipenuhi dengan amarah hingga melupakan bahwa yang digenggamnya dengan kasar sekarang adalah sahabatnya sendiri.

Tibalah mereka di taman belakang rumah sakit, Langit melepaskan cengkramannya dari tangan Amora dengan sarkasnya kemudian, didorongnya tubuh Amora dengan kuat hingga membuat punggung belakang  Amora terbentur dipohon dengan sangat keras.

Tanpa disadari bagian tulang belikat Amora tertusuk paku yang tertancap di pohon rindang dan besar itu, dengan mereka masih terikat kontak mata satu sama lain. Langit menatap Amora dengan penuh amarah, sedangkan Amora menatap Langit dengan penuh rasa takut dan penyesalan.

“Mau apa lu kesini? Hah! Belom puas liat Hani menderita atau bahkan lu dateng kesini mau matiin Hani,” tuduh Langit dengan nada tinggi, yang mampu membuat Amora memejamkan matanya tiap kali kata yang keluar dari mulut Langit.

“M-ma-aff” Amora memberanikan dirinya untuk mengutarakan maksud kedatangannya, “gu-e dateng kesini dengan niat baik. Gue mau minta maaf, Ngit. Gue tau gue salah” Amora berkata dengan begitu gugup dan gemetar dengan sorot matanya yang menatap lurus kebawah, ngga berani menatap bola mata hitam legam yang sekarang sedang dipenuhi api.

Menepi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang