21. Perlahan Tapi Pasti

71 9 16
                                    

Sudah 3 hari sejak Langit dan Hani jadian, hubungan antara Amora dan Langit kini terasa berbeda, bagi Amora. Tapi mungkin bagi Langit masih terasa sama dan tidak ada yang berubah.

Tapi nyatanya? Memang kini semua akan berangsur berubah seiring jalannya waktu. 

Persahabatan yang dulunya terasa sangat dekat, hingga rasa canggung pun tidak dirasakan dan rasa saling memiliki yang dahulu hinggap diantara mereka, kini perlahan memudar begitu saja.

Dalam waktu 3 hari nyatanya mampu melunturkan semua tentang Amora dalam hati Langit dan digantikan oleh sosok  Hani yang sekarang mengisi hari-harinya.

Tapi, tidak untuk Amora yang nyatanya sampai sekarang, rasa sayang dan ingin memiliki Langit seutuhnya masih hinggap dalam diri Amora. Rasanya, perihal melupakan adalah sesuatu yang sangat tidak bisa dilakukan oleh Amora, apalagi harus melupakan Langit. Sangat tidak mungkin.

Hari ini Langit duduk dibangku belakang Amora, yang kebetulan bangku itu hari ini sedang tidak berpenghuni karena penghuninya sedang tidak masuk.

Sekarang jam mata pelajaran Ips sedang berlangsung, tapi kelas begitu ramai karena guru pengajarnya sedang izin ke toilet.

Amora kini sedang pokus membaca bukunya, lebih tepatnya membaca novel romance kesukaannya, Amora lebih memilih membaca novel dibangkan buku pelajaraannya.

Dengan jahilnya, Langit menarik-narik rambut Amora yang saat itu sedang dikuncir hingga membuat kunciran Amora terasa renggang.

Amora kesal dengan kelakuan sahabatbya, ia langsung memutar setengah badannya. "Ngapain sii." Dengan nada jengkelnya.

"Sini ngapa ngobrol sama gua, ga menghargai gua banget," cibir Langit.

"Lah kan gue ga minta lu buat duduk disitu," ucap Amora sembari menunjuk meja yang di tempati Langit sekarang.

"Wahh ngocol banget lu, gitu ya sekarang." Kesal Langit.

"Hahaha ... Emang mau ngomongin apaan?"

"Ga dah kaga jadi." Ambek Langit dengan wajah kesal yang dipasangnya.

"Idih ... Baper, udah cepetan apaan?!"

"Ko lu yang ngegas si! Dahlah, udah males gua ceritanya" Langit memalingkan wajahnya.

"Udah gede keselan." Amora terkekeh melihat kelakuan Langit seperti itu.

"Bodoamat," sahut Langit tak acuh.

"Yaudah serah lu." Amora membalikan kembali badannya lalu mempokuskan dirinya pada novel yang tadi dibacanya.

Beberapa saat kemudian, Langit kembali menarik-narik rambut Amora.

Amora memutar bola matanya lalu mendengus kesal, "Apaan lagi si, Ngit?" geram Amora dengan nada  kesal yang masih ditahannya.

"Ni gua mau cerita."

"Yaudah cerita lah."

"Nih ya--" ucapan Langit terpotong karena kedatengan Sasa yang memberi tahu kedatangan Bu Lela.

"Diem-diem Bu Lela udah balik." Langit mengatupkan mulutnya dengan eskpresi datar tapi kesal yang tersurat dari wajahnya.

"Sabar-sabar, nanti lanjut lagi." Amora menepuk pundak kiri Langit dengan sedikit terkekeh melihat wajah Langit sekarang.

"Udah ga usah, udah males gua."

*

Sekarang tiba waktunya istirahat, seperti biasanya. Seluruh siswa sekolah berhamburan keluar dari kelas mereka untuk menuju kantin, tak banyak dari mereka hanya membeli makanan lalu kembali kedalam kelas atau makan di taman.

Menepi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang