11. Migrasi

96 18 94
                                    

Biasakan Vote sebelum baca✨
.
.
Happy Reading🎉

~~

Bunyi suara sepatu convers teradu dengan lantai keramik terdengar begitu menggema di area teras lantai dasar, gedung SMA Garuda yang masih terlihat sepi, hanya ada segelintir manusia yang baru saja tiba. Sama seperti pemilik sepatu convers hitam dengan size 37 itu, yang baru menapaki teras dasar sekolahnya.

Seorang siswi yang terkenal dengan keramahan dan sopannya itu mulai menaiki tangga yang menghubungkan ke lantai 2, lantai yang dihuni oleh seluruh kelas XII IPS maupun IPA.

Dengan langkah santainya, siswi itu menikmati setiap hembusan udara yang menerpa wajah putih nan mulus tanpa ada jerwat disana.

Tenang.

Itulah kata yang dapat di utarakannya pagi ini. Siswi ini memang sangat menyukai keheningan dibandingkan ramai, menurutnya dalam hening ia merasa lebih aman dan damai. Dan dapat mengekspresikan dirinya seperti apa.

Sebelum masuk kedalam kelasnya, siswi itu berjalan ke arah balkon bercat krem. Direntangkan kedua tangannya, kemudian, menutup kedua matanya sembari menikmati udara pagi ini.

Tak lupa, sebelum memulai harinya siswi ini selalu memanjatkan permohonan pada-Nya. Agar setiap waktu yang dilaluinya memiliki kebahagian tersendiri.

Setelah dirasa cukup menikmati udara pagi dari sekolah, ia memasuki ruang kelasnya yang terletak paling pojok, dekat kamar mandi. Walaupun begitu, kelasnya lah yang paling luas diantara kelas-kelas lain.

Didalam kelasnya ternyata sudah ada 10 siswa. Perempuan itu suka heran dengan teman-temannya yang bisa datang lebih pagi darinya. Berangkat jam berapakah mereka dari rumah? 

Dari ambang pintu, Amora memusatkan pandangannya pada meja yang ditempatinya, yang ternyata masih kosong, tak berpenghuni. Sebelum akhirnya ia memutuskan untuk duduk.

Amora mendaratkan bokongnya tepat diatas kursi kesayangannya. Lalu melepaskan sangkilan tas yang membebani pundaknya pagi ini, setelah itu mengeluarkan smartphone kesayangannya dari saku kemeja putih, yang dikenakannya.

Amora adalah termasuk gadis yang bisa dibilang setengah introvert, kenapa gitu? Karena jika dirinya sedang tidak bersama dengan orang-orang terdekat, maka ia akan menjadi orang yang pendiam dan paling irit bicara. Beda ketika ia sedang bersama dengan teman-temannya, ia bisa menjadi sosok yang paling boros bicara.

Hampir satu angkatan, mengira Amora adalah orang yang sombong, bahkan ada yang berspekulasi bahwa Amora termasuk orang yang pemilih dalam berteman. Tapi bukankah memang harus begitu? Jika kita ingin menjadi wangi, maka berkawanlah dengan penjual minyak wangi, namun, jika kita tidak memikirkan itu, maka bebaslah berkawan dengan siapa saja, sekalipun dengan penjual bensin dan akan menularkan bau bensin.

Saat Amora sedang pokus menatap kelayar ponselnya, tiba-tiba saja sura barinton yang sangat familiar untuknya terdengar begitu nyata. Amora mengalihkan pandangannya pada lelaki yang sedang melepaskan tas ranselnya dan menautkannya dicantelan yang tertanam disetiap meja.

“Tumben lu Lang, dateng pagian," ucap Amora, sembari melihat jam tangannya.

“Males dengerin nyokap sama bokap cekcok,” sahut Langit malas.

Amora mengerinyitkan dahinya, seolah bertanya “Kenapa?” Tapi Langit enggan menjawab, ia masih tenang dalam diamnya. Amora tidak memaksakan Langit untuk menjawab pertanyannya, ia tahu betul jika ekspresi wajah Langit sudah suram seperti ini, tandanya ia benar-benar memendam kekesalan bahkan sewaktu-waktu bisa saja meledak.

Menepi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang