Gedung hotel itu berisi 20 lantai. Dan tim Jeno saat ini sudah berada di lantai 9. Sebelumnya sudah ada 2 lantai yang mereka taklukan.
Tidak terlalu banyak musuh yang harus mereka habisi, hanya saja menyusuri kamar-kamar hotel dan lorong-lorongnya itu cukup melelahkan.
"Apa kita tidak bisa beristirahat dulu di salah satu kamar ini? Gratis 'kan?" tanya Jeno saat mereka berjalan di lorong hotel lantai 9.
"Mau aku pukul?" sungut Renjun sambil menunjukkan kepalan tangannya ke arah Jeno.
Taeil membuka pintu kamar terakhir yang berada di lantai ini.
Gelap. Sepi.
Walau begitu mereka tetap menyusuri kamar itu hingga ke dalam kamar mandi. Memastikan memang benar tidak ada yang bersembunyi dan bisa jadi menyerang secara tiba-tiba.
"SELESAI!" seru Jeno saat mereka sudah selesai memeriksa kamar terakhir.
"Sisa satu lantai lagi, ayo!"
Mereka bergegas menuju lantai 12.
"Jeno's team are heading to the 12th floor." ujar Jeno.
Rencana mereka adalah bertemu di lantai 15. 3 tim yang menyerang dari bawah dan 1 tim yang menyerang dari atas akan bertemu di lantai tersebut.
"Alright. 10th floor is clear. Jaemin, Yangyang now it's your turn."
Itu merupakan suara dari Yuta yang sedang berada di lantai 10 bersama dengan timnya.
"Jaemin? Yangyang? Can you hear me?"
Suara Yuta terus terdengar di telinga Jeno. Pikirannya melayang, kenapa Jaemin dan Yangyang tidak menjawab ucapan Yuta?
"Jaemin! Yangyang!" kini giliran Jeno yang memanggil mereka dengan suara yang agak keras.
"What's wrong, Yut, Jen?" Mark yang berada di lantai 8 bertanya dengan nada khawatir.
"There's no response from them, Mark," sahut Yuta.
"Calm, dude. Don't be panic and keep doing your own task. And where's Taeyong?" Johnny yang berada di lantai 17 bertanya.
"Ah iya, tidak ada kabar lagi dari Taeyong hyung, aku tidak tahu apa dia sudah ada di lantai bawah atau belum. Jika menurut rencana seharusnya ia sudah berada di ruangan CCTV di lantai 1," sahut Doyoung.
"So, where are you, Capt?" tanya Mark.
Sementara itu Taeyong dengan banyak sekali pertanyaan di benaknya kini tengah melamun. Jaehyun sudah tertidur dengan menggunakan pundak Taeyong sebagai sandaran kepalanya.
Ia mendengar temannya memanggil dirinya tetapi ia tidak tahu harus berkata apa. Haruskah mengatakan yang sejujurnya?
Pertanyaan-pertanyaan di benaknya membuat kepalanya terasa berputar dan tidak bisa berpikir jernih.
Memar di badan Jaehyun menandakan bahwa ia sudah disiksa lebih dari dua hari.
Dan luka yang baru timbul menutupi memar itu menandakan bahwa setiap harinya ia menerima cambukan. Setiap hari, tanpa henti.
Bahkan Jaehyun tidak dapat berbicara dengan benar.
Berbeda sekali dengan suara di telepon saat Jaehyun menyuruhnya bertemu malam ini di hotel yang katanya milik mereka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Neo on Black | NCT ✓
ActionTentang perjuangan tanpa batas membela kebaikan dengan dalih kejahatan. Tentang solidaritas yang lebih dari sekedar formalitas. Dan tentang fakta bahwa kehilangan seorang pedoman lebih menyakitkan dibanding sakitnya tembakan peluru. Saat ini akhirny...