Anakku Manusia Biasa

1.5K 77 1
                                    

Jam menunjuk ke angka sembilan, hampir semua peserta pengajian sudah pamit pulang, tertinggal beberapa kolega dekat pak Yayan sedang mengobrol di tengah rumah.

Aksa dan Laila pamit beberapa menit yang lalu, Sarah sedang membereskan karpet.

Rachel membawa sebuah nampan menuju dapur ada sebuah cangkir di atasnya, ia tidak melihat karpet yang teronggok di jalurnya berjalan.

Prang! Terdengar suara benda pecah.

Kaki Rachel tersandung gulungan karpet dan nampan lepas dari pegangan tangannya. Cangkir yang ada di atas nampan itu pecah seketika.

Semua orang yang hadir di rumah itu melihat ke arah Rachel.

"Aduuuh, gimana sih? Kok pake jatoh sagala." Bu Nining berteriak kepada menantunya. "Ya, Allah ..., ini kan cangkir kopi kesayangan si Ayah." Ibu kandung Arkan itu membereskan serpihan cangkir tanpa melihat kepada menantunya.

"Biar, saya yang beresin, Mah." Rachel meraih sapu yang dipegang bu Nining, tapi tangannya ditepis kasar oleh sang mertua.

"Gak usah! Udah diem aja kalau gak biasa ngerjain kerjaan rumah. Bawa yang kayak gini aja pake acara jatoh." Bu Nining bicara dengan nada sinis.

Rachel tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Meminta maaf rasanya percuma, wanita di hadapannya tidak akan menerima alasan apapun dari Rachel, dia bahkan tidak mau menatap wajah menantunya.

Di sudut lain, pak Yayan melihat apa yang terjadi antara istri dan menantunya. Suara nyaring sang istri terdengar sampai ke tempat dia mengobrol dengan teman-temannya dan mebuat situasi jadi canggung.

Arkan yang baru saja keluar dari kamarnya mendapati situasi amat canggung, dia merasa aneh tentu saja. "Ada apa? Ada yang pecah?"

Rachel menatap wajah suaminya yang baru terlihat tersebut.

"Tadi kak Rachel kesandung karpet, terus cangkir yang dia bawa jatoh." Sarah menjelaskan kejadian beberapa menit yang lalu pada kakak laki-lakinya.

"Yah ..., si Aa mah, punya istri payah amat, bawa nampan aja pake jatoh segala. Taledor pisan!" Bu Nining masih setia dengan nada sinis pada suaranya.

Arkan mengabaikan perkataan ibunya, dia mendekati Rachel yang sedang menumpuk piring kotor.

"Kamu gak apa-apa?" Laki-laki itu menyentuh pipi sang istri dan menanyakan keadaannya.

"Iya." Rachel menjawab pendek sambil tersenyum.

Satu jam kemudian, situasi rumah sudah kembali seperti semula. Karpet sudah digulung semua, peralatan makan sudah dicuci dan dibereskan, bangku, sofa dan meja diletakkan kembali ke tempat awalnya.

Sarah berada di kamarnya, Rachel dan Arkan juga begitu.

Saat pak Yayan masuk ke dalam kamar pribadinya, bu Nining baru saja selesai membersihkan diri.

"Mamah, ngapain teriak-teriak begitu sama neng Rachel?" Laki-laki itu duduk di kasur menghadap kepada istrinya yang juga sedang duduk sambil mengeringkan rambut.

"Abis, letoy amat jadi perempuan, bawa nampan aja jatoh."

Pak Yayan menghela nafas dalam, istrinya kalau sudah benci pada seseorang memang sulit menahan diri.

"Wajar atuh, Mah, namanya juga gak sengaja. Emangnya Mamah gak pernah kesandung kayak gitu?"

Bu Nining merasa sebal mendengar perkataan suaminya.

"Dibelain aja terus! Itu menantu kesayangannya."

"Yah, namanya juga udah jadi menantu, harus disayangin atuh, Mah," kata pak Yayan.

Bu Nining mencebik dan berkata, "Pokokna mah, sampai kapanpun Mamah gak suka sama dia, titik

"Lagian Ayah teh kenapa kenapa sih, udah dicariin calon mantu anu geulis (cantik), bageur (baik), sholehah, anak ustadz punya pesantren, eh malah milih perempuan penyakitan. Orang depresi teh, sama aja kaya orang setengah gelo, tau enggak?"

"Mamah!"

Bu Nining kaget mendengar suara suaminya yang keras menggelegar karena amarah.

"Ayah enggak nyangka Mamah bisa ngomong lancang kitu. Istighfar, Mah ...."

Bu Nining tidak terima disalahkan karena apa yang dikatakannya. Dia balik marah pada suaminya dengan berkata, "Eh ..., emang salahna omongan Mamah teh di mana? Emang mendingan neng Anisa dari pada si Rachel itu." Wanita itu melipat dua tangannya di dada.

"Mamah nyaho teu (Tahu gak), kenapa neng Rachel sampai depresi?" Pak Yayan memutuskan untuk memberitahukan semua yang disimpannya selama ini kepada sang istri.


"Eman kunaon (kenapa)?" tanya bu Nining.

"Dia dihamilin sama si Aa, anak mamah, terus ab*rsi."

Tiba-tiba suasana jadi senyap, bu Nining tercengang mendengara kata-kata barusan. "Apa? Naon maksudna eta teh?" Wanita itu bersuara beberapa saat kemudian.Wanita itu belum bisa menangkap maksud perkataan sang suami.

Pak menghela nafas, lalu berkata, "Mah, waktu di Amerika neng Rachel sama Arkan pernah berhubungan, malah tinggal satu rumah. Terus neng Rachel hamil. Waktu si Aa pulang ka Indonesia...." Pak yayan tidak sanggup meneruskan kata-katanya. Rasa kecewa kepada sang anak masih terasa begitu besar.

Pasangan suami istri yang sudah menikah lebih dari tiga puluh tahun tersebut saling mendiamkan satu sama lain, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Bu Nining sedang mencoba mengerti situasi mereka saat ini. "Jadi, si Aa sama neng Rachel pernah pacaran, terus tinggal serumah, terus hamil, terus ab*rsi?" Ia melemparkan dugaan kesimpulan. "Enya kitu (benar begitu), Yah?"

Pak Yayan menganguk perlahan. "Neng Rachel depresi karena sedih dan merasa bersalah. Ditambah, Papahna wafat, jadi tambah-tambah weh sedihna teh, Mamah ...."Pak Yayan melihat tubuh istrinya melemah, ia menopang pundak wanita itu dengan tangannya. "Makanya Ayah pernah marah sama si Aa, Mamah inget 'kan?"


Bu Nining mengangguk.

"Sabenerna mah, neng Rachel teh enggak mau nikah sama si Aa, kadung sakit hati. Tapi, si Aa maksa."

Bu Nining mendongak, menatap wajah suaminya, bulir bening menetes dari mata wanita itu."Waktu Ayah ke sana buat ngahadiran (menghadiri) akad nikah, neng Rachel baru pulang pisan dari rumah sakit. Dia enggak tahu bakal nikah hari itu."

Terdengar isak tangis bu Nining, suaminya mengusap air mata wanita itu.

"Kalau Mamah mau marah, harusnya marah sama si Aa, neng Rachel mah gak salah, kasian atuh Mah." Pak Yayan mengusap-usap punggung istrinya.

"Naha (kenapa) atuh anak sim kuring teh jadi kitu, (kenapa akakku jadi seperti itu), Ayah?"

Bu Nining bicara dengan tangis tertahan, ada perasaan sedih, kecewa, marah, dan juga malu. Dia membayangkan wajah putranya, anak yang begitu disayangi dan dibanggakannya, kenapa ia tega sekali menyakiti wanita seperti itu. Dia merasa gagal menjadi orang tua.

"Sekarang, Mamah udah tahu semua. Ayah tahu Mamah pasti kecewa sama si Aa, Ayah juga begitu. Tapi, namanya manusia, gak ada yang sempurna, Mah.

"Si Aa juga manusia, dia bisa aya (ada) salah, sama urang ge kitu (kita juga begitu). Yang penting dia mau memperbaiki kesalahannya. Biarin si Aa nikah sama neng Rachel, biar bisa menebus kesalahannya yang dulu."

Bu Nining mengangguk mendengar nasihat suaminya, dia sudah tidak punya tenaga untuk bicara.


Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang