Bab 30

1K 45 1
                                    

Sudah hampir sepuluh menit Arkan berdiri di depan kediaman orang tuanya. Entah berapa kali helaan nafas berat keluar dari mulut laki-laki itu.

"Aa?! Kemana aja sih?!" Arkan mendengar suara ibunya. "Dua hari enggak pulang, Mamah nelepon juga teu diangkat-angkat."

Saat hendak keluar rumah untuk membuang sampah, bu Nining terkejut, putranya sedang berdiri mematung di balik pintu.

"Aa dari Bandung, Mah, ada temen yang sakit," jawab Arkan sambil memasuki rumah.

Laki-laki berusia dua puluh sembilan tahun itu berjalan tergesa menuju kamar tidur orang tuanya. "Ayah kemana, Mah?"

"Ayah lagi nganter Sarah ke kecamatan," jawab sang ibu. "Emang temen Aa sakit apa?"

Bagi bu Nining, melihat anaknya nampak begitu peduli pada seseorang adalah hal yang baru, biasanya dia cuek dan minim ekspresi.

Arkan menerawang dan menghela nafas mendengar pertanyaan ibunya. "Dia dehidrasi, kurang giji, dan depresi." Ia menjawab dengan ekspresi lesu.

Sungguh, kasihan sekali wanita yang dicintainya itu, mengapa hidup harus berlaku begitu keras pada Rachel?

"Aa mau mandi dulu, Ma, nanti kalau Ayah pulang kasih tau ya."

Bu Nining mengangguk mendengar pesan yang diucapkan anaknya.

Dua puluh menit kemudian, pak Yayan, sang kepala keluarga kembali ke rumah bersama anak bungsunya.

"Ayah, si Aa sudah pulang, tadi nyariin Ayah."

Mendengar nama anak sulungnya disebut oleh sang istri, pak Yayan berekspresi jengah, dia masih kesal pada Arkan.

Bu Nining jadi merasa serba salah jika situasi sedang seperti ini. Dia tidak tahu harus berpihak pada siapa, terlebih, dia juga tidak tahu siapa yang sebenarnya melakukan kesalahan. Arkan dan suaminya tidak menjelaskan apapun perihal pertengkaran mereka beberapa hari lalu.

.

Arkan mendengar pintu kamarnya diketuk, awalnya dia tertidur, tapi karena suara itu dia bangun seketika.

"A', Ayah udah pulang, ada di kamar." Ibunya mengabarkan apa yang memang sedang ia tunggu.

Arkan menghela nafas, bersiap menerima kemarahan ayahnya untuk kedua kalinya, bagaimanapun dia harus menemui laki-laki itu.

"Ngomong baik-baik sama Ayah ya, A'," kata bu Nining.

Selama lima menit ia bolak-balik di depan pintu kamar orang tuanya, sambil merangkai kata serta tata bahasa yang akan ia ucapkan di hadapan sang ayah. Namun tiba-tiba, pintu dibuka dari dalam, pak Yayan yang sedang melangkah keluar hampir menabrak Arkan yang sedang berdiri persis di depan pintu. Ekspresi masam terlihat dari wajahnya saat mereka berpapasan.

"Yah, tunggu! Aa mau bicara."

Langkah pak Yayan terhenti. Lalu berkata, "Tunggu di kamar, Ayah mau ambil minum."

Arkan masuk ke kamar orang tuanya, duduk di atas tempat tidur dan menunggu ayahnya datang. Dua menit kemudian, kedua laki-laki berbeda usia itu terlihat duduk saling membelakangi.

Pak Yayan tidak mengatakan apapun sejak ia masuk kembali ke dalam kamar, ia menunggu Arkan bicara.

"Aa minta maaf, Aa tahu ayah kecewa sama Aa. Aa salah, ma'af, Yah." Bulir bening mengalir dari netra sang anak. "Aa mau menikahi Rachel." Arkan menelan ludah, tenggorokannya terasa sakit. Seperti ada yang mengganjal. Begitu juga hatinya, ayahnya tak kunjung bicara.

Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang