Alarm membangunkan Arkan dini hari itu. Dia meraba meja tempatnya biasa menaruh telepon selular.
Tapi tidak ada apapun di sana. Lalu, dia membuka mata. Ia melihat hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya
"Brengs*k!" Arkan memaki, pada dirinya sendiri.
Rachel masih tidur, dia harus segera keluar dari kamar itu. Arkan bergegas mengenakan satu persatu pakaian yang ditanggalkannya semalam, entah setan mana yang merasukinya.
Di bawah pancuran air di kamar mandi Arkan membentur-benturkan kepala ke dinding.
"Brengs*k!" Lagi-lagi memaki, berkali-kali seperti itu.
Arkan menangis, menyesali semua yang terjadi. Ia sangat kecewa pada dirinya sendiri. Dia tidak percaya dirinya melakukan hal itu. Hal yang begitu dijagauntuk tidak dilakukan.
***
Rachel terbangun dan merasakan ketidaknyamanan di sekujur tubuh, terlebih lagi di kepalanya, bibir wanita itu berdesis menahan sakit yang luar biasa. Saat matanya terbuka dengan sempurna, ia menyadari bahwa ia berada di kamar tidur.
Kemudian ia mengingat semua yang terjadi tadi malam. "Sialan!" Wanita itu seketika mengumpat.
Bermenit-menit setelah membuka mata, Rachel hanya duduk di atas tempat tidur. Dia terbengong-bengong, tidak percaya dengan apa yang terjadi tadi malam, antara Arkan dan dirinya.
Rachel sadar bahwa dirinya lah yang memulai semua itu. Ini pertama kali dia melakukan hal seperti itu. Meskipun dia tinggal di Amerika dan cenderung mengikuti budaya mereka, Rachel sangat berhati-hati dengan kehormatannya. Dia tidak pernah berkencan dengan siapapun sebelumnya.
Tiba-tiba tenggorokannya terasa begitu kering. Dia harus mengambil air di dapur. Perempuan itu berjalan mengendap-endap seperti seorang pencuri yang tidak ingin tertangkap. Rachel sangat takut bertemu Arkan, tapi haus yang ia rasakan semakin meraja lela.
Saat sedang membuka lemari es, Rachel melihat Arkan sedang menuruni tangga dari kamarnya di lantai dua. Rachel merasa sangat bingung dengan apa yang harus dilakukan. Dia hanya berdiri kaku sambil memegang gelas.
"Aku harus pergi sekarang juga. Nanti malam kita bicara!" kata Arkan. Raut wajahnya keras, seperti sedang menahan marah.
Kemudian, Rachel dilanda perasaan khawatir. Jangan-jangan Arkan akan menganggap bahwa dia dijebak untuk melakukan hal itu.
Saat Rachel kembali memasuki kamarnya, ternyata telepon selularnya sedang berbunyi, ada telepon dari Sunny.
"Hello."
"Aku butuh bantuanmu sekarang," kata Sunny
Suaranya seperti sedang menangis.
"Aku akan ke sana segera," kata Rachel.
***
"Hei, I'm busy now, I'll call you back, as soon as possible."
Lagi-lagi panggilan teleponnya hanya bertemu dengan voice mail.
Arkan sengaja menyelesaikan urusan perkuliahannya secepat mungkin, agar dia bisa bicara dengan Rachel.
Tapi rupanya perempuan itu tidak ada di apartemen dan dia juga tidak bisa dihubungi.
.
Hari menjelang malam saat telepon genggam Arkan berbunyi. Rachel menelepon.
"Hi, I can't go home tonight. Something was happened at school and Sunny is feeling unwell now, I also have to do some errands here."
(Hei, aku gak bisa pulang malam ini. Ada sesuatu terjadi di sekolah, dan sunny juga lagi sakit, aku harus ngerjain banyak hal di sini)
Arkan mengernyit, tidak biasanya Rachel berbicara menggunakan Bahasa Inggris dengan dirinya.
Tapi dia tetap menjawab, "Oke, hubungi aku kalau kamu sudah senggang," kata Arkan.
"Oke, Bye!"
Tut! Tut! Tut!
.
Setelah menutup saluran telepon, Rachel mengusap dada sambil menarik nafas dalam-dalam. Entah kenapa dia merasakan sedih yang amat sangat.
Rachel tahu Arkan sangat tidak suka dengan apa yang telah terjadi di antara mereka. Dia takut laki-laki itu berpikiran buruk tentangnya. Dia tidak berani bertemu dengannya.
***
Sudah satu minggu Rachel tidak pulang dan juga tidak menghubungi. Di tengah-tengah kesibukan mempersiapkan ujian Arkan bahkan sempat mengunjungi sekolah tempat wanita itu bekerja.
Rachel tidak mau menemuinya. Orang-orang di sana mengatakan bahwa ia tidak ada di tempat, tapi Arkan tahu sebenarnya dia sedang menghindar.
Lalu, malam ini Arkan mencoba menelpon Rachel lagi. Seseorang mengangkat teleponnya.
"Hei." Itu Rachel
"Kau menghindariku?" tanya Arkan.
"Me? No. I'm so sorry, Ar. I was very busy," jawab Rachel.
Setelah itu, terjadilah percakapan yang akan mengakhiri hubungan persahabatan mereka selamanya.
"Ayolah! Aku tau bagaimana kamu."
"Trust me, please!" kata Rachel.
(percayalah padaku.)
"Why are we talking in English? There's something wrong if we're talking in English, Rachel."
(Kenapa kita bicara dalam bahasa Inggris? Pasti ada yang salah jika kita bicara dalam bahasa Inggris.)
"Oke, maaf."
"Kenapa kamu minta maaf?" Arkan terheran.
"Karena kejadian malam itu."
"Aku yang harusnya minta maaf."
"Enggak, ini salah aku. Aku yang minta maaf."
"Ini salah kamu?"
"Yes, I'm sorry," tegas Rachel.
"So, you tricked me that night?!"
(Jadi, kamu menjebakku malam itu?)
Rachel tertegun. Suara Arkan terdengar seperti marah dan terguncang.
"Oh No! No! Arkan, actually it was an accident. Please trust me!"
(Tidak, Arkan. sebenarnya itu kecelakaan. Tolong percaya padaku)
"How dare you, Rachel! Aku gak nyangka kamu perempuan seperti ini. Meskipun kamu udah banyak bantuin aku, seharusnya kamu tidak mempermainkan aku seperti ini. Aku kecewa sama kamu. Aku benar-benar kecewa!"
Lalu terdengar bunyi tanda sambungan telepon ditutup.
Rachel menangis. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Arkan benar, dia memang seburuk itu. Dia bukan wanita baik-baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Dari Ruang Rindu
RomanceArkan Ramadhan, anak laki-laki kebanggaan keluarganya. Dia menolak semua wanita yang dijodohkan dengannya. Padahal mereka adalah wanita-wanita shalehah dan terjaga. Mengapa Arkan bersikeras tidak ingin menikah?