Bab 29

999 52 0
                                    

Rachel terbangun dari tidur, ternyata dia sendirian di ruang perawatan, sepertinya Arkan sudah pulang. Syukurlah, seharusnya memang laki-laki itu pergi, dan tidak kembali lagi.

Dia tidak ingin berharap apapun dari Arkan, semoga perkataannya soal menikah itu cuma asal bicara.

Tiba-tiba Rachel merasakan sakit di jantungnya, dia bernafas sambil menekan dadanya kuat-kuat, lalu mencoba mengambil gelas berisi air di atas nakas,

Ternyata tangannya tak cukup panjang untuk dapat mengenggam gelas itu, hanya bisa menyentuhnya sedikit dan justru membuatnya terjatuh.

Jatuhya gelas itu, juga membawa mentalnya jatuh. Rachel menangis, merasakan kesuraman yang begitu dalam di hatinya.

Sejak tadi dia memang sangat ingin menangis, menumpahkan semua perasaan sakit dan frustasi di hatinya. Tapi karena ada Arkan, dia jadi menahan diri.

***

Sepuluh menit sebelumnya, Arkan masih di ruangan, tapi kemudian, laki-laki itu merasakan sesuatu yang mendesak di perutnya, bergegas ia masuk ke dalam kamar mandi. Setelah lima sampai tujuh menit di kamar mandi, dia mendengar suara pecah, diikuti suara tangis yang begitu pilu.

Arkan segera membersihkan dirinya dan keluar dari kamar mandi. Satu hal yang pertama kali ia lihat adalah pecahan gelas di lantai, ternyata benda itulah yang ia dengar suaranya saat di kamar mandi.

Disibaknya tirai yang menutupi ranjang rawat Rachel, terlihat wanita itu sedang meringkuk, memeluk lututnya sambil menangis.

"Chel, kenapa, Chel?"

"My baby ... My baby ...." Rachel meracau di sela tangisnya, " i want my baby. My baby is gone. I'am sorry my baby.I'm sorry ... I'm sorry ...."

Arkan tercengang mendengar racauan Rachel. Apakah 'my baby' yang wanita itu maksud adalah bayi mereka yang digugurkan dulu?

Ternyata bukan hanya dia yang merasa bersalah, Rachel juga merasa bersalah, bahkan mungkin jauh lebih berat rasa bersalah yang dirasakannya.

Michelle yang baru saja tiba mendapati kakaknya sedang menangis jadi histeris. "Kakak?! Kok, Kakak nangis ...?"


Gadis itu segera memeluk sang kakak dan mengelus punggungnya dengan kasar. Dan ternyata, dia tidak sendirian, bersama seseorang yang Arkan kenal. Itu Sunny, orang yang dulu berbohong padanya tentang kondisi Rachel.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Sunny, dia geram.

"Seharusnya kamu gak di sini, Arkan! Kamu udah janji gak nemuin Racel lagi. Inilah efeknya kalau ada kamu di dekat dia."

Sunny yang baru saja tiba di Jakarta merasa sangat marah karena kehadiran Arkan di ruangan itu.

"Bukan aku yang membuatnya menangis, tadi aku sedang di kamar mandi, saat keluar dia sudah seperti itu."

Arkan tidak terima dimarahi, seharusnya dia yang memarahi Sunny. "Harusnya bukan kamu yang marah, tapi aku. Kamu bohong soal kondisi Rachel, kamu bilang dia baik-baik aja. Kamu membuatku bertindak seperti bajingan, menghamili anak gadis orang lalu meninggalkannya begitu saja."

Arkan bicara dengan amarah yang ditahan, sungguh, dia sangat ingin memukul seseorang saat ini.

"Rachel yang tidak mau menemui kamu, berkali-kali aku memintanya untuk menemuimu, tapi dia menolak dan mengancam akan berbuat nekad," kata Sunny.

"Sunny! Dia sakit, dia baru saja kehilangan bayi kami, dia butuh aku, harusnya kamu membiarkan aku di sisinya, entah dia mau atau tidak, tidakkah kamu bisa berpikir jernih?"

Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang