Bab 10

1.3K 60 1
                                    

Butuh dua puluh lima hari Arkan menuntaskan semua permasalahan dengan ujiannya. Dia sempat menyesali beberapa keputusan terkait kelangsungan studinya tersebut. Tapi, bagaimanapun yang sudah dimulai harus diselesaikan.

Laki-laki itu merasa bersyukur sekali semua rintangan dapat dilewati. Setelah merenungkan semua, ternyata memang tidak sesulit itu, kemarin-kemarin ia hanya terlalu mudah terbawa perasaan dan emosi.

Arkan juga bingung mengapa ia seperti itu, apakah semua karena masalah yang sedang terjadi atara ia dengan Rachel? atau karena rasa kecewanya pada diri sendiri? atau karena perasaan gugup akibat Arkan mengetahui fakta bahwa visa mahasiswanya akan segera berakhir beberapa pekan lagi? Entahlah.

Semua sudah berakhir, tidak penting lagi dipikirkan, sekarang waktunya memperbaiki hubungan dengan Rachel. Setelah beberapa hari menginap di rumah seorang teman, Arkan kembali ke apartemen.

Saat tiba di dalamnya, laki-laki itu menyadari sesuatu, barang-barang Rachel sudah tidak ada. Kamarnya kosong, tidak ada apapun tersisa di sana.

Arkan hendak menelepon Rachel, namun urung. Lantas dia menelepon Sunny. Butuh waktu lama rupanya untuk bisa diraih telepon itu oleh pemiliknya.

"Hello, " kata seseorang di sambungan telepon.

"Hei, Sunny, this is Arkan."

Mungkin saja Sunny sudah lupa pada pria yang sudah menyakiti sahabatnya.

"I know, aku tidak mungkin melupakanmu," kata Sunny.

"Aku sudah menyelesaikan semuanya seperti janjiku, sekarang kau yang harus memenuhi janjimu. Biarkan aku bertemu dengan Rachel!" Arkan bicara tanpa basa-basi lagi.

"Temui aku di kantor, kita bicara disana."

"Kapan?" tanya Arkan. Dia melihat jam di pergelangan tangannya, sudah hampir pukul empat sore.

"Terserah, sekarang juga bisa."

Setelah mendengar perkataan Sunny itu Arkan segera menutup telepon. Dia terburu-buru memakai kembali sepatu yang tadi sempat dilepasnya. Dan, disinilah keduanya sekarang, di kantor Sunny, membicarakan seseorang yang sama-sama mereka pedulikan.

"Jadi, di mana Rachel?" tanya Arkan

"Ada, di rumahku."

"Kenapa kau tidak mengajaknya datang ke mari? Kau sudah berjanji akan mempertemukannya kembali denganku!" Arkan merasa amat geram.

Sunny menghela nafas. Lalu berkata, "Maaf, aku berbohong padamu waktu itu."

"Apa maksudmu, Sunny?"

"Ar, Rachel benar-benar tidak ingin bertemu denganmu lagi. Waktu itu aku berbohong, karena aku harus membuatmu berhenti membuat keributan di sini."

"Kenapa Rachel tidak mau bertemu denganku lagi?"

"Aku tidak tahu alasan pastinya, tapi dia pernah bilang, 'melihat wajahmu sangat menyakitkan." Arkan mengernyit. Apa maksudnya kata-kata Rachel itu?

"Tapi, dia bilang dia mencintaiku," kata Arkan.

"Ya, tentu. Dulu dia memang sangat mencintaimu. Tapi setelah semua yang terjadi belakang ini, dia menyadari bahwa dia benar-benar melakukan kesalahan."

"Katakan yang jelas, Sunny! Aku tidak mengerti maksudmu sama sekali."

"Dia ingin melupakanmu, Arkan. Dia ingin berhenti mencintaimu dan mulai belajar mencintai dirinya sendiri. Selama ini, dia terlalu terobsesi padamu. Itu bukan cinta yang sebenarnya."

Arkan tidak tahu harus berkata apa. Benarkah dirinya membuat Rachel begitu menderita?

"Kumohon, Ar, beri dia kesempatan untuk mencintai dirinya sendiri. Aku tahu kamu laki-laki yang baik. Kamu bukan laki-laki egois 'kan?"

Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang