Bab 17

1K 59 0
                                    

Arkan terus-menerus menatap wanita dari ruang rindunya. "Mengapa tiba-tiba dia ada di hadapannya? Ini mimpi atau apa?" Begitu hatinya bertanya-tanya.

Sedangkan Rachel, sejak tadi memalingkan wajah, menunggu Anisa selesai berbincang dengan ibu Arkan. Dia tahu sejak tadi laki-laki itu menatapnya.

Tidak! Mereka tidak ada urusan apapun lagi. Rachel tidak harus menyapa, menanyakan kabar dan sebagainya. Mereka bukan siapa-siapa. Bukan, teman, sahabat apalagi kekasih. Mereka hanya orang asing.

Tiba-tiba telepon selular Rachel berbunyi, Papanya menelepon menanyakan apakah dia sudah selesai dengan urusan di toilet, bergegas ia pergi meninggalkan tempat itu.

Melihat Rachel beranjak pergi, Arkan mengangkat tangan, bibirnya terbuka untuk mengatakan sesuatu guna menahan wanita itu, tapi tak terdengar apapun dari mulutnya.

Dia menatap punggung ringkih yang semakin menjauh itu dengan ekspresi kalah, matanya berair, bibirnya tertawa sinis.

"Haaah ...." Arkan mendesah lemah, kakinya melangkah gontai, dia pergi ke arah yang berlawanan dengan arah wanita itu pergi.

.

Setelah belasan menit mengobrol, bu Nining dan Anisa baru menyadari bahwa dua orang yang lain yang sedianya berama mereka telah pergi.

"Loh, Arkan kemana?" tanya bu Nining.

"Iya nih, Kak Rachel juga enggak ada." Anisa menimpali.

Gadis lajang dan wanita paruh baya itu kembali ke tempat acara Milad dilaksanakan, masing-masing mencari orang yang berbeda.

"Si Aa tadi pamit pulang duluan," jawab pak Yayan. Sebelumnya bu Nining bertanya tentang Arkan pada suaminya itu.

"Kok pergi sih?! Padahal belum selesai dikenalin sama Neng Anisa."

Bu Nining berdecak. Wanita itu merasa kesal. Suaminya tidak merespon, tapi menatap sang istri dengan tatapan yang kesal juga.

Di sisi lain Anisa juga telah mengetahui perihal orang yang dicarinya, dia telah duduk di bangkunya semula. Tapi, ketika dia melihat raut wajah wanita itu, keningnya mengerut. Itu ekspresi yang sama, yang sering dilihatnya saat awal-awal mereka sering berinteraksi.

"Ada apa? Apa yang salah?" Benak Anisa bertanya-tanya. Tiba-tiba seseorang memanggil Anisa, rupanya, acara sudah hampir di penghujungnya.

Setelah MC mengucapkan salam perpisahan, pak Tommy dan anak-anaknya bersiap untuk pulang. Sejurus kemudian, mereka pamit pada tuan rumah. Ustadz Zulkifli mengantar keluarga itu hingga ke tempat parkir, beliau meminta maaf karena Anisa tidak bisa ikut mengantar, karena masih sibuk dengan sisa-sisa acara.


Ketiga anggota keluarga Utama telah duduk manis di bangku masing-masing, sang sopir diminta untuk segera menyalakan mesin mobil dan membawa mereka pulang.

Michelle sibuk dengan telepon genggamnya selama perjalanan, pak Tommy mengobrol dengan sopir dan Rachel hanya menatap hampa pemandangan dari kaca kendaraan roda empat yang sedang berjalan tanpa hambatan itu.

Tidak ada yang menyadari raut wajahnya begitu keras, air mata menetes satu persatu dan dia menghapusnya sesegera mungkin.

Kini, semua memori yang selalu ingin dia lupakan kembali, kenangan tentag hidupnya di Amerika Serikat, kenangan tentang Arkan, dan kenangan tentang bayinya.

Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang