Bab 15

1K 54 0
                                    

"Teh, kalau mau dijadiin mantu harus gerak cepat. Pasti banyak yang mau tuh sama neng Anisa."

Kata-kata bu Dewi itulah yang menjadi alasan bu Nining dan pak Yayan berada di tempat ini sekarang.

Sang suami yang hampir-hampir digeret tangannya oleh bu Nining itu masih tidak mengerti mengapa saat ini mereka ada di pesantren Ibnu Sabil, di ruang kepala sekolahnya.

Kalau ini beberapa tahun lalu, tentu dia mengerti. Karena memang mereka sering ke tempat ini untuk mengurus keperluan Arkan. Tapi kali ini, wanita berstatus istri yang sedang duduk di sampingnya itu tidak mengatakan apapun tentang tujuan mereka mengunjungi pesantren ini lagi.

"Silahkan diminum, Bu Nining, Pak Yayan." Ustadzah Aisyah mempersilakan tamu-tamunya untuk menikmati apa yang tersaji di atas meja tamu.

"Iya Ustadzah, terima kasih, maaf merepotkan," kata bu Nining.

"Apa kabar Pak Yayan? Sudah lama ya tidak bertemu," kata Ustadz Zulkifli.

"Eh, iya pak Ustadz, sudah hampir setahun. Alhamdulillah, saya baik." Pak Yayan menjawab sapaan ustadz Zulkifli masih dengan raut wajah bingung.

"Jadi apa maksud kedatangan Pak Yayan dan Bu Nining? Kalau boleh tau," tanya Ustadz Zulkifli.

"Saya, eh maksudnya kami ...." Pak Yayan menatap istrinya dengan tatapan bingung.

"Begini, Ustadz, Ustadzah, Mohon maaf atas kedatangan kami yang tiba-tiba. Saya dan suami mau menanyakan perihal Neng Anisa." Bu Nining mengambil alih tugas menjelaskan maksud kedatangan mereka.

"Anisa? Putri saya, Bu?" tanya Ustadzah Aisyah.

"Iya, Ustadzah," jawab bu Nining.

"Apa ada masalah, Bu? Minggu kemarin dia gantiin uminya ngisi pengajian 'kan?" Ustadz Zulkifli bertanya dengan nada khawatir.

"Eh bukan, bukan itu maksudnya. Enggak ada masalah sama sekali. Saya mau bertanya, apakah Neng Anisa sudah ada yang meminang? Kalau belum, mau saya jodohkan dengan anak saya, Arkan."

Pak Yayan tercengang, dia melemparkan pandangan protes pada istrinya, laki-laki itu tidak menyangka kedatangan mereka sebenarnya untuk hal ini.

Sementara bu Nining tidak menghiraukan pandangan galak laki-laki di sebelahnya. Dia sudah terlalu bersemangat mendapat buruan calon menantu terbaiknya.

Ustadz Zulkifli dan istrinya saling berpandangan melihat dua orang dengan ekspresi yang kontras di hadapan mereka.

"Begini, Bu Nining, Pak Yayan." Ustadz Zulkifli mulai memberi jawaban atas pertanyaan bu Nining sebelumnya. "Belum ada yang meminang Anisa."

Senyum sumringah seketika terbit kata-kata sang pemuka agama itu terdengar.

"Anak Bu Nining dan Pak Yayan itu Arkan 'kan?" tanya beliau untuk memperjelas.

"Iya, Ustadz, Arkan anak laki-laki saya satu-satunya."

Ustadz Zulkifli mengangguk-anggukkan kepala, lalu dia menatap istrinya penuh arti seraya tersenyum.

"Saya tidak keberatan kalau Nak Arkan mau melamar putri saya. Selama Anisa bersedia, kami tidak ada masalah," kata Ustadz Zulkifli.

Laki-laki itu tentu telah mengenal Arkan Ramadhan, teman baik adiknya yang tinggal di Amerika Serikat. Tidak ada kesan buruk dari anak laki-laki bu Nining dan pak Yayan tersebut.

Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang