Bab 24

981 53 0
                                    

Sunny tengah mendengarkan laporan stafnya, saat mendengar telepon selular berbunyi. Seseorang menelpon, dan itu adalah nomor telepon milik orang yang sangat ia rindukan.

"Hello."

"Halo, kak Sunny," kata seseorang di seberang telepon.

Sunny terkejut karena bukan suara Rachel yang ia dengar. "Ya? Ini nomor Rachel bukan?" tanyanya

"Iya, ini nomor kakak, aku Michelle, adiknya."

"Oh. Hai, Sayang. Apa kabar?" Tentu Sunny ingat dengan Michelle, adik dari sahabatnya.

"Aku baik. Tapi kakak ...." Michelle tidak sanggup meneruskan kata-katanya, dia menangis di saluran telepon itu.

Sunny terpaku. Mendengar tangis Michelle membuatnya berpikir bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi. "Michelle? Ada apa, Sayang? Tell me, please!" pinta wanita itu.

Michelle menekan emosinya dalam-dalam. Dia harus menceritakan kondisi Rachel pada Sunny dengan jelas. Tak lupa, dia juga bercerita tentang kepergian Papa mereka.

.


Sunny merasa sangat bersalah, sahabatnya sedang dalam kondisi begitu sulit, tapi dia tidak tahu apa-apa.

"Sayang, aku harap kamu bisa bersabar, aku tahu kamu kuat, kamu pasti bisa jaga kakakmu. Aku akan terbang ke Jakarta sesegera mungkin. Aku akan menemanimu di sana mengurus kakakmu. Jangan bersedih, oke?!"

Sunny mengerti, beban yang dirasakan gadis berusia dua puluh dua tahun tersebut pasti berat sekali. Dan benar, dia akan pergi ke Jakarta secepat yang ia bisa. Rachel sedang membutuhkannya sekarang.


***

Arkan sedang di ruang tamu rumah orang tuanya waktu itu. Dia sibuk berjibaku dengan laporan proyek, lalu telepon selularnya berbunyi.

Arkan memilih untuk mengabaikannya. Sejak pagi ia memang mengabaikan apapun yang masuk ke telepon selularnya. Baik itu telepon ataupun pesan. Pekerjaannya sudah sangat dekat dengan deadline, harus segera diselesaikan.

Beberapa menit kemudian gawai milik Arkan itu berbunyi lagi. Ia memutuskan untuk mengintip sejenak nomor yang sedang melakukan panggilan telepon tersebut, ternyata nomor tidak dikenal. Ia mengabaikannya lagi, pikirannya fokus tertuju pada chart-chart yang ada di laptop.

Lima menit berselang terdengar dering telepon lagi, masih nomor yang sama. "Ada apa dengan orang itu?" Arkan membatin.

Laki-laki itu lantas menggeser tombol hijau untuk menerima telepon yang masuk. "Halo."

"Assalamu'alaikum."

Ah! suara wanita.

"Siapa ini?" tanya Arkan.

"Ini Anisa.

"Anisa?" Arkan mengernyit. "Anisa siapa?"

"Anisa dari pesantren Ibnu Sabil."

Arkan cukup terkejut, tidak mengira dia akan mendapat telepon dari gadis itu. "Dapet nomor saya dari siapa?" tanyanya, ketus.

"Bu Nining."

"Mau apa telepon?"

"Mau bertanya."

"Tentang apa?"

Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang