Bu Nining terus menemani Arkan yang terlihat begitu tenggelam dalam kesedihan. Anaknya itu tidak menjawab satupun pertanyaan yang ia lontarkan. Dia ingin menemui suaminya dan menanyakan apa yang terjadi, tapi sepertinya Arkan harus lebih dulu ditangani.
"Kenapa, A'? kenapa Ayah sampai marah banget kitu ka Aa?" tanya bu Nining.
Baru kali ini dia meihat suaminya begitu marah, terlebih kepada Arkan, anak laki-laki yang paling dibanggakannya. Bu Nining mencurigai sesuatu telah terjadi, tapi apa? Seandainya anak laki-lakinya itu bisa memberitahunya.
Tiba-tiba saja Arkan bangun dari posisi duduk, bergegas mencari-cari telepon selular yang dia lempar sebelumya. Benda itu teryata tersangkut di rak dinding, dia segera mengambil benda itu dan memeriksanya.
Ah! Untunglah tidak rusak, hanya ada retak di bagian layar, terbentur badan rak yang terbuat dari kayu.
Arkan membuka aplikasi chat, Anisa berjanji mengiriminya lokasi rumah Rachel. Ternyata gadis itu sudah melakukannya. Dia menyalin alamat itu ke clipboard, lalu dia membuka google map.
"Mah, Aa pergi dulu." Arkan berlari ke kamar tidurnya, dia mengambil jaket dan dompet.
"Mau kemana, A'?" tanya bu Nining, heran.
"Aa mau ke Bandung. Tolong bilangin sama Ayah, Aa pergi ke rumah Rachel," jawab Arkan.
"Rachel saha, A'?"
Bu Nining merasa amat bingung dengan apa yang sedang terjadi. Ketidaktahuan membuat dirinya frustasi, dan tiba-tiba Arkan menyebut nama seseorang. Rachel? Siapa dia?
Setengah berlari Arkan keluar dari rumah orang tuanya, dengan terburu-buru menyalakan mesin motor ayahnya. Sejurus kemudian, laki-laki itu sudah dalam perjalanan menuju stasiun.
Ya, dia memutuskan untuk datang ke Bandung, ke kediaman keluarga Rachel. Arkan menggunakan moda transportasi kereta api.
Tercatat dalam situs KAI, jadwal kereta berangkat hanya tinggal satu jam lagi. Arkan membeli tiket secara online, semoga tidak ada kendala keberangkatan. Kalaupun ada, dia bersedia menunggu. Langkahnya tak akan surut ke belakang.
"Kamu di mana?" Arkan menelpon seseorang.
"Saya masih di rumah kak Rachel." Ternyata dia menghubungi Anisa.
"Saya sedang di stasiun Tasik Malaya, mungkin dua sampai tiga jam lagi sampai di sana," katanya mengira-ngira.
***
Michelle masih berbicara di telepon saat Anisa masuk ke dalam rumah setelah menerima telepon Arkan.
"Baik, Kakak. Terima kasih," ujar Michelle, kepada orang di saluran telepon. Rupanya pembicaraan Sunny baru saja disudahi.
"Dia dalam perjalanan ke sini." Anisa bicara pada Michelle.
Michelle mengernyit. "Siapa?" tanyanya.
"Laki-laki itu, yang dulu berhubungan dengan kakakmu," jawab Anisa.
"Jadi dia orang Indonesia?!" Michelle tercengang. Sebelumnya, dia berpikir laki-laki itu orang Amerika.
"Ya, dia orang Indonesia. Dia datang juga ke acara milad pesantren Ibnu Sabil dan kakakmu juga bertemu dia di sana."
Michelle menghela nafas, berat, lalu melemparkan dirinya ke sofa. Dia merasa sangat lelah, lahir batin.
Kedua gadis itu kembali duduk bersebelahan. Mereka membisu selama hampir sepuluh menit.
"Kamu nginap disini aja ya," pinta Michelle, memecah kehenigan mereka. "Aku gak tau harus ngapain kalau laki-laki itu datang, aku takut."
Anisa merasa begitu kasihan pada gadis yang baru saja dikenalnya ini. Dia berkata, "Iya, nanti aku izin Abah dulu."
Gadis itu mengirim pesan pada abahnya, meminta izin untuk menginap di rumah Rachel. Ustadz Zulkifli mengizinkan hal tersebut, beliau bertanya tentang situasi di rumah yang sedang dikunjunginya, juga bertanya tentang keadaan Rachel. Anisa menjelaskan semua yang ingin diketahui ayahnya kecuali tentang Arkan, dia tidak ingin mengecewakan beliau saat ini.
Lalu terlihat bi Sumi membawa nampan, dia hendak memberi makan Rachel.
"Kak Rachel belum makan?" Anisa bertanya pada Michelle.
"Tadi pagi sudah, sedikit."
Kedua gadis itu mengikuti langkah bi Sumi.
***
"Non, kita makan dulu yuk!" Cara bi Sumi mengajak Rachel makan tidak berubah sejak ia masih kecil.
"Nih, bibi buatin sayur labu kesukaan Non, makan yang banyak ya!"
Rachel bangun dari tidurnya dan menyambut apa yang bi Sumi bawa. Lalu dia juga melihat Michelle. Rachel menatap dalam Anisa yang berdiri di belakang adik perempuannya itu. Helaan nafas keluar dari bibirnya.
Anisa tahu arti tatapan itu. Pasti terkait dengan perjodohan dirinya dengan Arkan. Dia juga mengerti sekarang, kenapa Rachel terlihat begitu sedih saat mengikuti acara milad pesantren Ibnu Sabil minggu lalu, pasti karena wanita itu bertemu dengan Arkan. Laki-laki yang telah menyakitinya.
Anisa berjanji akan menjelaskan tentang situasi mereka yang sebenarnya, tapi nanti. Sekarang, dia harus membiarkan wanita ringkih itu makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Dari Ruang Rindu
RomansaArkan Ramadhan, anak laki-laki kebanggaan keluarganya. Dia menolak semua wanita yang dijodohkan dengannya. Padahal mereka adalah wanita-wanita shalehah dan terjaga. Mengapa Arkan bersikeras tidak ingin menikah?