Bab 35

1.9K 71 3
                                    

Seperti rencana pak Yayan sebelumnya, diadakanlah acara syukuran pernikahan Arkan dan Rachel di rumah itu. Siang hari ba'da Zuhur, jadwal pengajian ibu-ibu, malam harinya pengajian bapak-bapak.

Pukul sepuluh siang kediaman mereka nampak telah berhias, karpet dipasang di hampir seluruh bagian rumah. Bangku, sofa dan meja ditaruh di halaman belakang. Keluarga besar pak Yayan dan bu Nining datang satu persatu.

Seksi konsumsi yang diketuai Laila, istri Aksa, sepupu Arkan, juga sudah melaksanakan tugasnya.

Sambil menunggu waktu Zuhur tiba, beberapa orang nampak bercakap-cakap di depan meja makan. Salah duanya adalah Rachel dan Laila.

"Sudah lama kenal sama Arkan?" Laila bertanya.

"Sudah hampir tujuh tahun."

"Aku dengar soal Papamu, turut berduka cita ya." Laila mengusap-usap lengan Rachel.

"Tau dari mana?" Rachel kaget, tiba-tiba sang lawan bicara menyinggung soal ayahnya.

"Dari mang Yayan, beliau cerita kemarin."

Sepupu Arkan itu menceritakan kembali apa yang diceritakan sang paman sebelumnya pada keluarga mereka. Termasuk soal ayah Rachel dan sakitnya Rachel sebelum pernikahan.


Syukur dan bahagia meliputi hatinya setelah mendengar semua itu. Rachel merasa diterima dan dihargai. Perasaan sedih karena sikap ibu Arkan berkurang karena penerimaan keluarga besar mertuanya. Tanpa sadar ia meneteskan air mata.

"Loh, kok nangis?!" Laila panik. "Maaf ya, kamu masih sedih ya?"

"Enggak, bukan ...." Rachel menggeleng pelan, "aku udah enggak apa-apa soal Papa. Cuma terharu aja, karena aku diterima di keluarga ini. Aku senang, aku bahagia." Wanita itu tersenyum sambil mengusap air matanya.

Oh! Syukurlah. Batin Laila merasa lega. Ia mengerti sekarang, mengapa Arkan begitu mencintai Rachel, selain cantik, wanita itu begitu lembut dan anggun. Dia juga sangat menjaga sikapnya.

Beberapa waktu kemudian, adzan Zuhur berkumandang, semua penghuni rumah yang berjenis kelamin laki-laki berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah, sedangkan yang wanita shalat dirumah.

Rachel sedang mengunjungi kamar Sarah saat gadis itu masuk ke dalamnya bersama Laila dan anak kecil berusia dua tahun.

"Teh Rachel shalat, yuk!"

"Aku lagi haid."

"Waduh, jadi pengantinnya lagi haid nih? Belum malam pertama dong?!" Laila tersenyum menggoda.

Rachel tersipu mendengar perkataan wanita yang seusia dengannya itu.

"Eh, Aku dengar almarhum Papamu mualaf ya?" tanya Laila. Rachel mengangguk.

"Kalau kamu?"

"Aku muslim sejak lahir."

Laila membentuk huruf 'o' dengan mulutnya.

"Tapi, sampai sekarang masih harus banyak belajar." Rachel menambahkan.

"Sama saja, aku juga masih harus banyak belajar. Kita semua memang harus terus belajar sepanjang usia kita, belajar jadi lebih baik setiap harinya." Mereka saling memeluk dan melempar senyum hangat.

"Jadi salat enggak nih?"

Rupanya Sarah sudah bersiap sejak tadi, dia menunggu sepupu Laila selesai becakap-cakap dengan kakak iparnya.

***

Ibu-ibu pengajian sudah berdatangan, Rachel berdiri di tengah-tengah rumah bersama beberapa orang kerabat Arkan. Bu Nining, Sarah dan Lalila berdiri di depan pintu menyambut setiap tamu yang datang. Selain menyambut tamu, Laila juga bertugas memperkenalkan Rachel kepada para tamu.

Tepat pukul dua siang Ustadzah Aisyah datang bersama putrinya. Seketika suasana menjadi serba kikuk, ibu-ibu yang sudah hadir sebelumnya banyak yang berbisik-bisik.

Bagaimana tidak? Beberapa minggu sebelumnya, bu Nining telah mengabarkan kepada banyak orang bahwa ia akan menikahkan Arkan denga Anisa, putri sang Ustadzah. Tapi sekarang, putranya justru menikah dengan wanita lain.

Ada yang merasa kasihan pada Anisa, lalu menatap Rachel dengan wajah sinis. Beberapa ibu membanding-bandingkan antara Anisa dan Rachel. Ada yang mengomentari gaya berpakaiannya, warna kulitnya, dan ada juga yang menduga-duga soal keyakinannya.

Suasana jadi riuh dan tidak kondusif, bu Nining merasa malu atas situasi tersebut, semakin sulit ia menerima Rachel sebagai menantu, dan lagi, dia merasa sangat tidak enak pada ustadzah Aisyah dan keluarganya.


Tentu saja Rachel merasakan suasana yang tidak bersahabat itu. Bagaimana tidak? Dia kan hadir di sana, dan bisik-bisik para ibu itu sampai juga di telinganya. Sejak tadi Laila mengelus-elus punggungnya agar ia dapat bersabar.

Di sisi yang lain ada Anisa, dia merasa serba salah, melihat wajah Rachel yang seperti akan menangis membuatnya iba. Setelah meminta izin ibunya, gadis itu mendekati tempat duduk Rachel dan bersalaman dengannya. Sebuah pelukan ia hadiahkan untuk wanita yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri.

"Aku seneng banget bisa ketemu hari ini. Selamat ya, atas pernikahan kakak. Maaf aku gak bisa hadir. A' Arkan kasih tau mendadak banget, di pondok sudah ada jadwal sertifikasi guru, gak bisa ditinggalin," Anisa berbisik di telinga Rachel.

Rachel dapat dengan jelas melihat ketulusan di wajah Anisa, itu membuatnya merasa lebih baik. Wanita itu mengangguk dan membalas pelukan sahabat mungilnya. Mereka tersenyum bahagia, bersama.

Untuk memperbaiki situasi Laila memutuskan untuk mulai membuka acara pengajian, dalam rangkaian prakata, ia memperkenalkan secara resmi Rachel sebagai menantu pak Yayan dan bu Nining, setelah itu mempersilahkan Ustadzah Aisyah untuk memberikan nasihat pernikahan dan ceramah agama.

Sebelum menyampaikan materi pengajian yang sudah dipersiapkan, Ustadzah Aisyah lebih dulu mengungkapkan sesuatu.

"Ibu-ibu yang baik dan shalihah, sebenarnya nak Rachel ini bukan orang lain bagi kami. Anisa sudah lama menjalin pertemanan dengan beliau, waktu itu dia pernah ke Amerika dan mereka bertemu di sana. Anisa sering bercerita tentang Rachel, dia juga tahu nak Arkan dan Rachel sudah lama merencanakan pernikahan.

"Ayahnya nak Rachel ini, sebelum wafat, mewakafkan tanah dan rumah untuk pesantren kami, pesantren Ibnu Sabil. Beliau orang Sholeh dan insya Allah Husnul khotimah. Aamiin Yaa Rabbal'aalamiin."

"Aamin Yaa Rabbal'aalamiin." Serentak hadirin menjawab 'amin' beliau.

Ibu-ibu yang sebelumnya sempat berbisik-bisik dan menduga-duga, nampak mengangguk-anggukkan kepala. Bu Nining sangat berterima kasih kepada Ustadzah Aisyah, secara tidak langsung, wanita itu sudah menyelamatkan nama baiknya.

Pengajian terlaksana dengan lancar, acara yang dimaksudkan untuk mensyukuri pernikahan Rachel dan Arkan tersebut telah terselesaikan tanpa hambatan, begitu juga dengan acara pengajian bapak-bapak di malam harinya. Alhamdulillah.

Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang