Bab 4

1.7K 96 1
                                    

Rachel Utama.

Wanita itu tak juga beranjak dari pembaringan meski matahari telah tinggi. Dia sedang menikmati waktu yang berjalan. Rasa sepi ini amat mendamaikan hati, membuatnya mengingat siapa dirinya yang sebenarnya.

Telepon selular berbunyi beberapa kali. Menandakan ada beberapa pesan masuk. Tidak mungkin dari Sunny, atasan sekaligus sahabatnya. Rachel sedang libur hari ini dan sang bos berjanji untuk tidak mengganggunya.

Rachel yakin, pesan yang baru saja masuk itu, pasti dari ayahnya.

Ya, ayahnya. Beberapa minggu ini pria yang biasa ia panggil 'papa' itu sering sekali menelepon dan mengirimi pesan. Meminta rachel untuk kembali ke Indonesia. Pulang.

Rachel berangkat ke Amerika Serikat awalnya hanya untuk traveling. Tapi kemudian ia bertemu dengan Sunny, sahabat baiknya. Saking baiknya, Sunny mengajak untuk hijrah saja ke negeri Paman Sam. Dia berjanji akan membantu semua keperluan Rachel jika berniat sekolah di Amerika Serikat.

Maka berangkatlah Rachel, atas restu Papa dan adiknya.

Sekolah Rachel sudah selesai beberapa tahun lalu. Sekarang dia bekerja bersama Sunny, mengelola sebuah sekolah Taman Kanak Kanak Indonesia.

Tiba-tiba telepon selular berbunyi lagi, sepertinya Ayah Rachel sudah mulai kehilangan kesabaran, karena pesannya tak kunjung direspon.

Dengan malas, Rachel meraih gawainya.

[Jadi gimana? Jadi pulang kan? Nanti Papa transfer buat beli tiket pesawat.] Begitu isi pesan sang ayah.

[Ya, Pa. Nanti Rachel harus ngobrol dulu sama Sunny. Gak bisa ninggalin sekolah gitu aja. Kan Rachel juga ada tanggung jawab disana.]

Sunny adalah satu-satunya teman Rachel di Amerika. Dia memang tidak terlalu mahir menjalin pertemanan. Sunny sudah banyak membantunya. Tentu tidak boleh ditinggalkan begitu saja.

[Iya, sayang, Papa tahu. Kamu memang anak baik dan bertanggung jawab.] Sang papa membalas lagi.

'Baik dan bertanggung jawab'

Rachel menangis membaca frasa dalam pesan ayahnya itu. Beliau tidak tahu apa yang sudah Rachel lakukan disini. Dia sangat jauh dari baik dan bertanggung jawab.

Dia buruk

Kotor

Kejam

Rachel tidak ingin pulang. Tidak berani. Dia takut bertemu laki-laki itu lagi

***

Mereka bertemu di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC. Ada acara perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70 saat itu.

Arkan yang baru beberapa bulan di Amerika Serikat banyak bertanya kepada Rachel yang sudah lama tinggal di sana. Komunikasi mereka berlanjut via telepon dan pesan whatsapp.

Hingga akhirnya, tak terasa pertemanan mereka yang baik sudah memasuki usia 5 tahun. Meraka tidak hanya berteman, mereka juga bersahabat.

Rachel banyak membantu Arkan. Tidak hanya sekedar memberikan informasi-informasi yang dia butuhkan, terkadang Rachel juga membantu soal keuangan.

Suatu hari Arkan harus kehilangan pekerjaan sampingannya. Beasiswa tidak mencukupi untuk membeli makanan dan membayar sewa tempat tinggal, ditambah lagi ada beberapa masalah yang mengharuskan ia mengeluarkan cukup banyak uang. Lalu, Rachel yang waktu itu tinggal sendiri di apartemen, menawarinya untuk tinggal bersama. Awalnya Arkan menolak, tapi karena dia tidak punya pilihan, akhirnya dia menerima tawaran Rachel.

Arkan tidak pernah mengira jika Rachel adalah seorang Muslimah, karena dia tidak pernah terlihat shalat, atau membaca Al- Qur'an.

Tidak ada jejak-jejak Islam pada hidup Rachel. Dan merekapun memang tidak pernah membicarakan soal agama. Setelah mereka tinggal bersama, barulah Arkan tahu tentang status keagamaan Rachel.

Sekian lama tinggal di Amerika, Rachel memang telah banyak mengikuti kebiasaan masyarakat Amerika pada umumnya. Meminum alkohol adalah salah satunya.

Satu lagi yang Arkan akhirnya tahu, Rachel tertarik padanya. Tapi dia tidak menanggapi dengan serius, meskipun ada juga sedikit ketertarikan pada diri Arkan terhadap wanita itu.

Arkan sedang fokus dengan studinya, bukan saatnya memikirkan hubungan percintaan.

.


Setelah satu tahun lebih tinggal bersama, semakin lama perasaan memiliki Rachel terhadap Arkan semakin besar. Dia bahkan marah saat laki-laki itu bertemu wanita lain selain dirinya.

Padahal, biasanya Arkan dan teman wanitanya bertemu hanya untuk membahas masalah perkuliahan mereka. Tapi Rachel bisa menjadi sangat marah. Wanita itu sudah berkali-kali diingatkan oleh Arkan bahwa tidak ada hubungan apapun di antara mereka. Tapi, justru itu membuatnya semakin menggila.

Arkan tidak peduli, ia sedang fokus menyelesaikan tesisnya. Dia harus segera pulang ke Indonesia. Tidak ingin terus menerus menjadi beban Rachel dan juga orang tuanya.

.

Malam itu Arkan pulang cukup larut. Dia menemukan Rachel di sofa, sedang meminum minuman keras, dia sudah sangat mabuk.

Inilah salah satu yang membuat Arkan tidak menyambut perasaan Rachel. Dia sudah tercerabut terlalu jauh dari akarnya.

Saat melihat wajah orang yang dicintainya, Rachel meracau, mengatakan banyak hal yang tak mudah dimengerti. Lalu, tiba-tiba dia menangis. Arkan jadi bingung.

"Kamu tau 'kan aku suka sama kamu?" tanya Rachel. Yang ditanya tidak menjawab.

"Ayo, aku antar kamu ke kamar." Arkan mencoba membimbing tubuh Rachel.

"Enggak! Enggak. Kamu harus ngomong sama aku sekarang! Kamu juga suka sama aku. Iya kan?!" Rachel begitu ingin Arkan menjawab pertanyaannya.

"Kenapa, Ar? Kenapa kamu kayak gini? Aku udah banyak banget bantuin kamu. Masa kamu enggak ada sedikit pun rasa sama aku?" Rachel mulai menitikkan air mata. "Aku tahu, kamu juga suka sama aku, tapi kenapa kamu dingin banget sekarang?" Bulir bening mengucur semakin deras. "Kamu cuma manfaatin aku doang ya? Kamu jahat banget, Ar."

Arkan tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa bersalah tentu saja. Dia memang sengaja mendiamkan Rachel akhir-akhir ini. Selain karena sibuk, ia juga merasa terkekang dengan sikap Rachel yang mulai obsesif. Arkan tahu sikapnya sedikit kejam. Tapi, mau bagaimana lagi?

Setengah jam kemudian, keadaan jadi hening, Rachel sudah berhenti bicara. Arkan memutuskan untuk memapah Rachel ke kamarnya. Di sana, Arkan meminta agar wanita yang sedang mabuk itu berbaring di ranjang. Rachel tidak mau menurut, dia justru memeluk Arkan dan mencoba menciumnya. Anehnya, Arkan tidak menolak.

Malam itu ... terjadi sesuatu yang tidak seharusnya.

Wanita Dari Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang