Assalamu'alaikum!"
Arkan mengucap salam saat sampai tepat di depan rumah orang tuanya, sebelum masuk, dia membuka sepatu dan kaos kaki.
"Wa'alaikumussalam ...!" Terdengar suara wanita menjawab salam dari dalam rumah.
Pintu berbahan kayu jati berpelitur cokelat di depannya dibuka dari dalam. Terlihat wajah ibunya, beliau tersenyum begitu manis. Oh no! Ini bukan pertanda baik.
"Eh, Aa udah pulang. Sini masuk, Sayang. Lihat nih! Siapa yang datang bertamu." Bu Nining menjawil lengan Arkan dan menyeret anak sulungnya itu ke ruang tamu.
"Aa taro sepatu dulu, Mah." Arkan protes.
Laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu sebenarnya hendak menyambangi rak sepatu, tapi ibunya menyeret tanpa ampun.
"Oh, sini Mamah yang taruh, Arkan liat dulu di ruang tamu ada siapa."
Sepasang sepatu fantovel berpindah tangan, Bu Nining berbalik arah, sementara sang anak mengikuti perintah ibunya.
Arkan melihat dua orang di ruang tamu, pikirnya mungkin teman-teman satu pengajian mamah.
"Permisi ibu-ibu ...," kata Arkan saat melewati mereka, dia membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat. Sejurus kemudian, berjalan ke arah kamar tidurnya.
"Eh, mana si Aa?" tanya bu Nining saat kembali ke ruang tamu.
"Tadi masuk ke kamar, Bu." Maya menjawab pertanyaan itu.
Bu Nining merasa gemas sekali dengan kelakuan anaknya, beliau mengira Arkan akan duduk menemani para tamu, tapi ternyata hanya lewat saja.
Tok! Tok!
Arkan mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar, dia membukanya, ada ibu Nining tercinta di balik pintu.
"Aa kumaha sih?! disuruh kenalan sama tamu malah lewat doang," protes bu Nining.
"Ih, ngapain Aa disuruh kenalan sama ibu-ibu pengajian temen Mamah? Ada-ada aja Mamah tuh."
"Itu bukan ibu-ibu, Aa, itu calon istri Aa, Neng Anisa."
Arkan mengerutkan kening mendengar perkataan ibunya. "Sebentar, perasaan Aa gak pernah setuju dijodohin sama dia, kenapa Mamah bilang dia calon istri Aa?"
Pertanyaan itu membuat ibunya gelagapan.
"Waktu hari Minggu juga Mamah bilang begitu di depan teman dia, apa sih maksudnya?" tanya Arkan.
"Gini, A', eee ..., itu, gimana yah?!" Bu Nining menggaruk-garuk kepala karena bingung menjawab pertayaan anaknya.
Kemudian Arkan ingat sesuatu, gadis itu bilang, dia teman Rachel. Aha! Dia harus bertanya tentang Rachel pada gadis itu.
Tanpa babibu laki-laki itu meninggalkan ibunya yang masih berdiri bingung di pintu kamar. Dia harus menemui Anisa.
"Assalamu'alaikum." Arkan mengucap salam dan duduk tanpa rasa canggung. "Jadi, yang namanya Anisa yang mana?" Arkan bertanya pada dua gadis yang sedang duduk di ruang tamu.
"Sa-saya, Mas, eh, Bang, eh, A'." Anisa menjawab pertanyaan Arkan dengan rasa canggung maskimal.
"Bisa bicara di luar?" tanya Arkan tanpa ragu.
"Hah?! Gimana?" Anisa kaget dengan ajakan laki-laki di hadapannya itu.
"Saya butuh bicara berdua dengan anda sebentar di luar, bisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Dari Ruang Rindu
RomanceArkan Ramadhan, anak laki-laki kebanggaan keluarganya. Dia menolak semua wanita yang dijodohkan dengannya. Padahal mereka adalah wanita-wanita shalehah dan terjaga. Mengapa Arkan bersikeras tidak ingin menikah?