Siang itu dia sedang fokus memperhatikan layar komputernya. Sejak pagi selepas sarapan, hanya itu kegiatan yang ia lakukan. Sudah seminggu di Indonesia, kembali menghuni kamar masa kecilnya. Kamar itu tidak banyak berubah. Hanya beberapa barang dipindahkan oleh ibunya, entah kemana.Rupanya sesuatu yang dikerjakan Arkan cukup rumit, sehingga ia harus mengurut-urut pelipis hampir sepuluh menit sekali. Ini proyek pertama yang akan dia kerjakan di Indonesia.
Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Dan wajah cantik ibunya terlihat disana.
"Aa lagi ngapain?" Bu Nining bertanya seraya tersenyum.
"lagi kerja, Mah. Mamah lagi ngapain?"
Arkan menjawab pertanyaan ibunya dengan melontarkan pertanyaan yang sama.
"Mamah boleh masuk gak?"
"Itu Mamah 'kan udah masuk?!"
"Ini 'kan kamar Aa, minta izin dululah, nanti ngeganggu."
"Ini kamar Aa, tapi kan rumahnya, rumah Mamah."
"Ih udah ah! Aa ngabolak-balik omongan Mamah titadi (dari tadi)."
Arkan tersenyum melihat tingkah ibunya, mulut beliau merengut karena kesal. Salah satu yang sangat ia rindukan selama di Amerika adalah kebiasaan beliau yang seperti ini.
"Aa inget gak teman Mamah yang namanya Dadang Jauhari?"
"Inget, yang punya warung sembako 'kan?"
Sang ibu menjadi tiba-tiba sangat antusias. "Nah, enya nu itu (iya yang itu)."
"Memangnya Wa Dadang kenapa?"
"Eta Dadang Jauhari teh punya anak gadis. Kamari mamah lihat, geulis pisan. Orangnya juga baik, sopan, pinter lagi. Karak (baru) lulus sakola Kabidanan A'."
"Terus ...?" Arkan mulai curiga ibunya sedang merencanakan sesuatu.
"Hayu atuh! Nanti Mamah kenalin, siapa tau jodoh."
Tuh kan?!
"Jadi, Mamah mau jodohin Aa sama anaknya Wa Dadang?"
"Enya kitu (iya begitu)."
"Aa baru dua puluh delapan tahun, Mah."
"Justru karena Aa tos dua dalapan (sudah dua puluh delapan), sudah harus punya anak istri."
"Aa baru seminggu di sini Mah, entar ajalah mikirin urusan jodoh."
Bu Nining, menghela nafas. Nampaknya beliau tahu, niatnya kali ini akan bertemu penolakan.
Arkan melanjutkan bicara. "Aa lagi banyak yang harus dikerjain nih. Biar bisa segera dapet penghasilan, bantuan Mamah ngegedein rumah."
"Ya udah, ketemu aja dulu, silaturahmi," kata ibunya.
"Kalau silaturahmi doang Aa mau, tapi kalau jodoh-jodohan Aa belum mau."
Arkan tahu, dua bola mata milik sang ibu memutar mendengar perkataannya. Sejurus kemudian, wanita itu berjalan ke arah pintu tanpa bersuara lagi.
"Nanti, abis Jum'atan Aa ke warung wa Dadang buat silaturahmi, sesuai permintaan Mamah!"
Arkan bicara setengah berteriak agar ibunya mendengar. Wanita itu tidak menyahut
***
Pagi-pagi sekali dia sudah berpakaian rapi. Padahal, masih banyak yang harus dikerjakan di depan layar komputer, tapi ibunya memaksa untuk mengantarkannya ke suatu tempat.
Sebenarnya pak Yayan juga sudah menawarkan diri menjadi supir bu Nining, tapi, istrinya itu hanya mau diantar oleh Arkan.
Saat sedang menuju kamar ibunya, setumpuk kotak terlihat seperti sedang berjalan ke arah Arkan, entah siapa yang ada dibalik kotak-kotak itu.
"Awas! Awas! Permisi Ayah lewat dulu."
Ternyata ayahnya yang membawa tumpukan kotak itu. Arkan mengambil sebagian kotak yang dibawa sang Ayah lalu berjalan mengikuti beliau.
"Ini kotak apa, Yah?" tanya Arkan.
"Gak tau Ayah juga, si Mamah yang tau."
Ternyata kotak-kotak itu dimasukkan ke dalam mobil, rupanya akan dibawa bu Nining ke tempat acara yang akan ia datangi. Tak lama kemudian wanita kesayangan Arkan itu keluar, mengenakan kebaya berwarna lembut dan kerudung berwarna hitam.
"Mamah udah siap?"
"Udah, hayu urang jalan! Geus telat ieu teh (sudah telat nih)."
"Memangnya mau kemana sih?"
"Ke rumah temen Mamah, bu Dewi, mau ada lelang baju di rumahnya. Hasil penjualannya untuk santunan dhuafa."
Arkan mengangguk mendengar penjelasan ibunya.
Setengah jam kemudian, tibalah mereka di rumah bu Dewi. Semua kotak dikeluarkan dari mobil. Ternyata isinya pakaian layak pakai yang sudah tidak digunakan oleh keluarga mereka.
Saat melihat bu Dewi, Mamah senang bukan main. "Mba, mana neng Ayu? Sini bawa! Mau dikenalin sama anak saya."
"Lagi di dapur, tunggu ya," kata bu Dewi.
Sementara itu, Arkan sudah selesai mengeluarkan semua kotak bawaan ibunya yang memenuhi mobil mereka.
"Mah, udah semua nih. Aa pulang ya, nanti kalau mau dijemput, sms aja!"
"Eh, tong balik heula (jangan pulang dulu) Aa. Ini ada yang mau dikenalin."
"Siapa?" Arkan mulai mencium aroma perjodohan lagi.
"Ini anaknya bu Dewi, namanya Ayu. Dia panitia acaranya ini, orangnya rajin, pinter ngaji, pinter masak, dia juga gurunya Wawa (keponakan Arkan)".
"Gak usah, Mah. Nanti ngerepotin orang."
Tiba-tiba dua orang wanita hadir di hadapan mereka, yang satu terliat seumuran dengan ibu Arkan, satu lagi terlihat jauh lebih muda.
Bu Dewi menyapa Arkan, dan mengenalkan putrinya. Arkan dan Ayu saling menyapa. Setelah beramah tamah beberapa saat, dia pamit pulang, dan Bu Dewi mempersilahkan Arkan.
Tapi kemudian ibunya protes. "Aa, kenapa buru-buru amat sih, engke heula atuh (Nanti dulu atuh)!"
"Mah, ini kan acara ibu-ibu, masa Aa ikut acara ibu-ibu?! Malu ah."
"Kenapa malu? Kan ada Neng Ayu, ngobrol aja sama Neng Ayu."
"Udah tadi, Mah."
"Kurang atuh A', masa sebentar amat. Gimana bisa kenal luar dalam?"
"Memangnya buat apa Aa kenal dia luar dalam, Mah?"
Seketika wanita yang melahirkan Arkan itu jadi kikuk, sepertinya niat yang tersimpan di dalam hati sudah ketahuan oleh anak sulungnya.
"Mah, Aa kan udah bilang, Aa belum siap nikah. Aa masih harus kerja dulu, balas budi Mamah sama Ayah, bantuin bayar sekolah Sarah, ngegedin rumah, berangkatin Haji. Kalau Aa keburu nikah, nanti Aa cuma fokus sama keluarga sendiri. Mamah nanti dilupain mau?"
"Ih! Moal atuh, masa anak Mamah begitu. Gak mungkin Aa ngelupain Mamah, kan Aa anak sholeh."
"Udah yah, jangan jodoh-jodohan dulu!" Arkan tersenyum senang sambil mengelus punggung ibunya.
Kalau sudah begitu, Bu Nining tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia masuk ke rumah bu Dewi, meninggalkan anaknya di halaman tempat mobil mereka diparkir.
"Nanti kalau mau dijemput, sms ya!" teriak Arkan. Ibunya tidak menyahut.
Arkan tersenyum. "Lagi-lagi Seperti itu." Ia membatin.
Bersambung.
Catatan :
Hal-hal buruk yang tertuang dalam novel ini hanya untuk dijadikan pelajaran, bukan buat ditiru. Ini novel pertama saya, dalam rangka coba-coba, menchallange diri sendiri. Jadi, mohon dimaklumi kalau banyak kesalahan penulisan, alur yang gak jelas, logika gak dapet dan sebagainya. Silahkan kalau ada yang mau kasih kritik dan saran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Dari Ruang Rindu
RomanceArkan Ramadhan, anak laki-laki kebanggaan keluarganya. Dia menolak semua wanita yang dijodohkan dengannya. Padahal mereka adalah wanita-wanita shalehah dan terjaga. Mengapa Arkan bersikeras tidak ingin menikah?