35. Sejuta Luka

1.7K 144 23
                                    

Playlist | Merah Sejuta Luka - Tasha Bouslama

Happy reading :)

🍃🍃🍃

"Ocha pulang ...."

Ocha baru akan melepas sepatunya saat Nathan datang dengan mamanya berada di gendongan lelaki itu. Seketika Ocha merasa hatinya ditabuh oleh benda keras yang membuatnya sesak.

"Kak, Mama kenapa?"

"Gak usah banyak tanya, buruan masuk mobil!"

Dengan berlinang air mata, Ocha membantu Nathan membukakan pintu mobil. Diikuti oleh Widya--perawat mamanya, mereka melaju ke rumah sakit. Mamanya tak sadar. Tangannya begitu dingin saat Ocha menggenggam telapak tangannya. Air mata juga tak kunjung berhenti mengalir. Perasaan Ocha tak enak. Ia tidak akan pernah siap jika sesuatu yang buruk terjadi kepada mamanya.

"Cha, cek nadi di area leher Mama," titah Nathan. Meski tampak fokus pada jalan, Nathan juga resah dan gelisah dengan kondisi mamanya.

"Kak!" raung Ocha. "Ocha gak bisa ngerasain denyut nadi Mama!"

"Mbak, tenang. Biar saya coba cek lagi," ucap Widya yang turut ikut dalam mobil. "Mas, tolong lebih cepat lagi."

"Mama ...!" Ocha histeris. Air mata berderai membasahi wajah. Pandangannya pun sudah mengabur karena lensa kacamatanya sudah berembun akibat tangis yang tak kunjung reda.

"Ya Tuhan, Ocha mohon ...."

Berdoa dalam hati. Meminta dengan serendah mungkin kepada sang penguasa alam dan segala isinya agar tak menjemput mamanya. Ocha merasakan dadanya begitu sesak hingga kesulitan bernapas. Wajah pucat mamanya semakin membuat perasaan Ocha kian berkelana memikirkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. Baik itu kemungkinan terbaik maupun terburuk.

Tubuh Ocha merosot saat mamanya telah dibawa masuk ke dalam ruangan ICU. Doa tak henti-hentinya Ocha panjatkan agar mamanya tetap bertahan. Keluarga yang Ocha miliki hanyalah mamanya dan sang kakak. Ocha tak memiliki sanak saudara lain karena suatu kesalahan yang dilakukan kedua orang tuanya dulu. Membuat keluarga kecil mereka terasingkan.

Detak jarum jam seirama dengan detak jantung Ocha. Justru detak jantungnya jauh dua kali lipat lebih cepat dari detak jarum di dinding rumah sakit itu. Saat Nathan berlari pada Dokter yang baru saja keluar ruangan, Ocha tak memiliki daya untuk bangkit. Ada kekosongan dalam dirinya.

"Gimana, Dok?"

Dokter itu menggeleng dengan ekspresi menyesal. Membuat Nathan tak kuasa meredam emosi. Mata yang biasanya berkilat tajam itu memerah. Telapak tangannya meraup wajah dengan frustasi.

"Mama ...."

Widya mendekat ke arah Ocha untuk memberi kekuatan. Tak ada kata atau pun kalimat, melainkan rengkuhan.

"Mama ... ini mimpi, 'kan?"

"Yang kuat, Mbak," ujar Widya. "Ikhlasin Ibu, Mbak. Ibu udah tenang di sisi-Nya. Udah nggak ngerasain sakit lagi. Mbak sama Mas Nathan harus kuat biar jalan Ibu terang."

Ocha membekap mulutnya. Air mata terus saja berderai tanpa kenal lelah. Sosok pahlawannya kini sudah tak lagi di sisinya. Dulu papanya, lalu sekarang mamanya. Ocha tahu bahwa itu sudah menjadi hukum alam bahwa yang bernyawa pasti akan mati. Tetap saja saat kenyataan itu datang menghampiri, sulit menerima dengan hati yang lapang.

"Cha ...." Nathan memanggil setelah keluar dari ruangan ICU. "Ayo temuin Mama dulu."

"Ayo, Mbak, saya bantu." Widya membantu Ocha hingga berdiri lalu memapah Ocha memasuki ruangan tempat di mana jasad sang ibu berada.

Love in Demo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang