08. Ketahuan

1.7K 129 0
                                    

Happy reading :)

🍃🍃🍃

Waktu itu seperti api yang membakar kayu. Dia cepat berlalu, dan tak bisa kembali seperti dulu. Dan memang, terkadang manusia tak menyadari jika waktu cepat berlalu. Atau ... mereka sebenarnya sadar, hanya tak terlalu mempedulikan.

Ocha menatap buku tabungan yang memperlihatkan jumlah saldo yang tersisa. Beberapa bulan terakhir, Mamanya harus diterapi. Dan semua itu tentu butuh biaya yang tidak sedikit. Jika mengandalkan tabungan terus menerus, Ocha tidak yakin bisa bertahan lebih lama.

Meminta pada Nathan? Ocha tak ingin merepotkan. Kakaknya juga masih baru menjadi karyawan tetap di perusahaan yang sekarang, meski Nathan lebih sering menganggur di rumah daripada pergi ke kantor untuk bekerja.

Menarik napas dalam-dalam, Ocha lalu menghembuskannya panjang. Berharap semoga beban pikirannya turut keluar bersama helaan napas tersebut.

"Makasih, Bu," ujar Ocha saat Ibu penjaga kantin menghidangkan semangkok soto ayam. Ocha melahap soto tersebut ogah-ogahan. Meski lapar dirasa, namun nafsu makannya entah terbang ke mana.

"Hei!"

Susah payah, Ocha membuat simpul di bibir. "Hai, Bara ... "

"Kamu sendiri? Temen kamu mana?"

"Ah, Laras lagi ada kelas. Terus Daniel, gak tahu deh ke mana, bilangnya mau ke sini, tapi dari tadi belum muncul batang hidungnya."

Bara manggut-manggut. Meletakkan ransel di atas kursi, Bara menengok mangkuk yang tersaji di depan Ocha.

"Makan apa kamu?"

"Soto," jawab Ocha. "Bara udah selesai kelas?"

"Hm. Barusan terus langsung ke sini."

Ocha mengaduk-aduk kuah soto tanpa minat. Bahkan makanan itu baru beberapa sendok saja yang masuk ke mulut Ocha. Ocha benar-benar tak bernafsu untuk melanjutkan makannya.

"Sotonya dimakan kali, jangan cuma diubek-ubek gitu," ucap Bara saat melihat Ocha hanya memainkan sendok.

"Ocha gak nafsu makan."

"Kenapa?" tanya Bara.

"Gak nafsu aja."

"Ya udah sini, biar aku makan. Kebetulan aku lagi laper." Bara menarik mangkuk soto itu, melahapnya tanpa sungkan sama sekali. Bahkan sebelum mendapat persetujuan dari sang pemilik, Bara asal makan saja.

"Bara, pesen yang baru aja. Masa Bara makan sisaan Ocha."

"Dari pada mubazir."

Ocha berdecak lirih. Dengan pandangan kosong, Ocha memperhatikan Bara yang makan dengan lahap. Bahkan tak butuh waktu sepuluh menit, soto ayam tadi telah tandas. Hanya menyisakan kuah sedikit.

"Ih, Bara rakus," komen Ocha setelah Bara menghabiskan makanan plus minumannya.

"Lapar, Cha."

Ocha menarik selembar tisu, lalu mengusapkannya pada bibir Bara yang meninggalkan bekas minyak. "Bara gak rapat?"

"Rapat."

"Kapan?"

"Sepuluh menitan lagi," jawab Bara tenang.

"Kok Ocha ngerasa bukan Bara yang nemenin Ocha ya? " Ocha menggumam, namun masih bisa tertangkap di telinga Bara.

"Tapi?" sambung Bara.

"Tapi Ocha yang nemenin makan Bara."

Bara terkekeh. Terlebih melihat wajah Ocha yang cemberut. Tangannya refleks mengacak rambut Ocha yang kali ini dikuncir seperti ekor kuda.

Love in Demo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang