06. Bitter and Sweet Life

1.9K 137 0
                                    

Happy reading :)

🍃🍃🍃

Ocha menghadap Bara dengan menampilkan senyum yang menampakkan deretan giginya yang tersusun rapi. Keduanya baru saja pulang setelah menghabiskan waktu untuk singgah di kafe. Dan kini mereka berhadapan di teras rumah Ocha.

"Ck, ngapain kamu senyum kayak gitu? Kering ntar giginya!"

Ocha tak menggubris, tetap tersenyum ceria ke arah Bara. Sikap absurd Ocha yang seperti inilah yang terkadang membuat Bara gemas dan ingin menggigit Ocha.

"Baranya Ocha cakep banget sih," ujar Ocha, melangkah maju lalu menyibak rambut Bara yang tak diberi gel rambut sama sekali. "Tuh 'kan ... Ocha bahkan sampe lupa sama Jimin kalau lagi bareng Bara."

"Ya emang harus lupa," sahut Bara.

Ocha mencebik tak terima. "Kok gitu??? Sampai kapan pun Ocha gak bakalan pernah bisa lupa sama Jimin. Jimin itu udah kayak separuh napas Ocha. Bara gak boleh ngomong begitu."

"Terus, kalau Si Jimin itu separuh dari napasmu, aku separuh dari apa?"

Ocha mendongak, karena memang tinggi mereka yang cukup jauh. Tangan Ocha juga masih sibuk menyibak rambut Bara, memainkan seolah hal itu adalah sesuatu yang menarik.

"Bara maunya jadi separuh apa? Ocha kasih pilihan ya .... Mm, bisa separuh hidup Ocha, bisa separuh raga Ocha, bisa separuh hati Ocha, Bara mau jadi yang mana?"

"Aku gak mau semua itu," jawab Bara.

"Ih, kenapa? Ya udah de--"

"Karena aku bukan separuh apa pun itu. Aku," ucap Bara seraya menatap lekat mata Ocha. Tangan Ocha yang bertengger di atas kepala ia raih dan letakkan di atas dada. "Adalah seutuhnya untuk kamu. Bukan separuh, setengah, atau apa lah yang lainnya. Karena aku, sepenuhnya milik kamu."

Ocha menggigit bibir bawahnya kuat. Tolong, kenapa Bara menumpahkan madu kepadanya. Ocha tidak kebal. Daya tahan hati Ocha tak sekuat itu untuk menangkal perkataan Bara yang mampu membuat lemas kedua lututnya.

"Kenapa?" tanya Bara. "Gak mau?"

Ocha menggeleng masih sambil menggigit bibirnya. Ocha tak mau sampai kelepasan berteriak dan membuat orang rumah heboh.

"Jangan digigit, nanti berdarah." Ibu jari Bara melepaskan bibir bawah Ocha. Tersenyum sambil mengelus bagian itu dengan sangat lembut.

"Cha?" panggil Bara karena Ocha tidak berbicara lagi.

"Ocha?"

Ocha berdiri gelisah. Bara yang tak mengerti, kedua alisnya terangkat. Heran mendapati sang pacar yang tak lagi berceloteh.

"Ocha sayang sama Bara."

Bara mengerjap. Bingung, lantas menjawab juga. "Iya, aku tahu."

"Bara tuh kalau ngomong pedes banget. Tapi sekalinya manis, Ocha sampe takut kena diabetes."

"Emangnya aku makanan ... "

"Hehe ...."

"Udah sana masuk, udah malam."

Ocha menggeleng. "Masih mau sama Bara."

"Nanti lupa loh sama Jiminmu itu."

"Gak pa-pa, bentar aja. Jimin pasti ngerti."

Bara tak habis pikir. Ocha begitu mengidolakan tujuh lelaki yang berasal dari negeri ginseng itu. Entah daya tarik macam apa sehingga Ocha bisa sampai tergila-gila seperti ini. Bahkan mungkin, Ocha lebih menggilai mereka daripada menggilai Bara, pacar di dunia nyatanya.

Love in Demo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang