41. History of the Past

1.6K 135 21
                                    

Happy reading :)

🍃🍃🍃

Dengan langkah gontai, Bara memasuki apartemennya. Ia mendapati Gilang sedang berbaring di sofa sambil sibuk menggulir layar ponsel. Sejenak Bara lupa bahwa masih ada Ocha yang sekarang pasti sudah mengetahui segalanya. Saat Bara bertanya di mana keberadaan gadis itu, Gilang hanya mengedikkan dagu ke arah kamar.

Benar saja, begitu membuka pintu, Bara bisa melihat Ocha duduk di lantai dengan punggung bersandar pada ranjang. Pecahan kaca hasil lemparan bingkai masih berceceran dan berserakan.

Bara menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskan dalam satu kali hembusan panjang. Cowok itu berjongkok memunguti satu per satu serpihan kaca setelah menyelamatkan potret yang memperlihatkan dua insan berbeda jenis kelamin.

"Sial!" umpatnya. Jari telunjuknya tanpa sengaja tergores pecahan kaca yang sukses membuat darah mengucur keluar.

Sebelum meninggalkan jejak dan Ocha melihatnya, Bara segera keluar dari kamar membersihkan jarinya. Ia mengambil sapu dan tempat sampah untuk membereskan sisa-sisa pecahan yang tak mampu dijangkau dengan tangan kosong karena ukuran yang terlalu kecil.

Sampai Bara selesai membereskan kekacauan yang ada, Ocha tetap setia pada posisinya. Gadis itu menunduk menatap lantai dengan pandangan kosong. Entah apa yang berseliweran di kepala mungilnya.

Menghela napas berulang kali, Bara memutuskan untuk duduk di samping gadis itu. Keduanya sama-sama diam. Bara sendiri bingung harus mengatakan apa. Mungkin yang sekarang ada di pikiran Ocha adalah bahwa ia telah menghamili Sandra dan dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan akan menyandang status sebagai seorang ayah.

"Apa yang mau kamu tanyakan?"

Akhirnya, setelah sekian menit berlangsung dengan saling bungkam, Bara memilih memutus tali sunyi dengan mengajukan pertanyaan itu.

"Gak ada."

Kepala Bara menoleh dengan cepat. Perasaan dari waktu kemarin malam menawarkan tumpangan, sikap dan cara bicara Ocha terdengar sangat dingin dan ketus.

"Kamu mungkin udah dengar semuanya," kata Bara. "Sandra hamil, makanya semester ini dia harus cuti kuliah. Nggak ada yang tahu kalau Sandra hamil selain aku, Mamaku, Gilang, dan keluarganya Sandra."

Sejenak Bara diam. Memasukkan pasokan udara sebanyak-banyaknya sebelum kembali lanjut menceritakan tanpa diminta.

"Anak itu ... anaknya Rion."

Kali ini kalimat Bara sukses mengendurkan pertahanan Ocha. Gadis itu menatapnya seperti mendapatkan sebuah kejutan yang luar biasa.

"Iya, Rion yang tewas waktu demo. Ternyata Rion bukan cuma ninggalin jejak kenangan aja, tapi juga calon anaknya yang sekarang sedang dikandung Sandra."

"Semua skenario tentang kamu yang cuma pelarian itu ... " Bara terdiam. Sesak menghimpit dada saat mengingat semuanya. "Semua itu bohong. Kamu nggak pernah jadi pelarian. Sandra cuma bagian dari masa laluku. Selamanya akan begitu. Maaf untuk semua kebohongan itu. Aku bingung gimana mengakhiri sesuatu yang aku sendiri ingin pertahankan."

Bara menghela napas. Biar ia selesaikan semua dengan menceritakan segalanya tanpa ada yang perlu ditutup-tutupi lagi. Sudah cukup selama ini Ocha mengira dirinya masih menyimpan rasa untuk Sandra. Padahal yang sebenarnya adalah Bara tetap menjaga hatinya untuk Ocha.

"Aku ngambil keputusan untuk tanggung jawab atas anak itu. Waktu itu, kalau kamu masih ingat, waktu aku nyari kamu di kampus untuk bicara, tapi nggak jadi karena dapat telepon. Saat itu Sandra mencoba bunuh diri. Dia kacau, hancur, kehilangan arah. Orang tuanya bukannya memberi dukungan untuk mental Sandra, justru menuntut Sandra agar menemukan orang yang sudi bertanggung jawab atas anak itu dalam waktu singkat. Kalau gagal, bayi itu harus digugurkan.

Love in Demo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang