12. Gugur Bunga

1.5K 127 0
                                    

Happy reading :)

Sambil putar lagu di mulmed ya🤗

🍃🍃🍃

"Cha ... "

Kaki Ocha otomatis terhenti. Entah kenapa tubuhnya mendadak terasa dibekukan. Suara itu, Ocha jelas tahu siapa pemiliknya. Ya, siapa lagi kalau bukan Bara. Cowok itu bersender di samping pintu tanpa beranjak.

"Gue duluan kalau gitu ya, Cha," kata Nessa yang paham situasi.

"Bisa bicara sebentar?"

Ocha tak menyahut, hanya menjawab melalui tindakan. Dilanjutkannya kembali langkah kaki yang tadi sempat tertahan. Tak peduli jika di belakangnya Bara mengikuti.

"Aku minta maaf soal yang kemarin," ucap Bara. Keduanya berjalan dengan Ocha berada di depan memimpin. Jarak mereka berkisar setengah meter. Langkah keduanya pun tampak seperti orang yang sedang menghitung tiap jejak yang telah terpijak.

"Kamu masih marah?"

Masih tak ada respon. Bara menatap punggung kecil di depannya dengan tatapan nanar. Ingin sekali Bara merengkuh Ocha saat ini. Bara butuh Ocha untuk sekedar menetralkan emosi yang tengah berkecamuk di dalam dirinya.

"Kamu gak mau pulang bareng aku aja?" tanya Bara. Ocha sedang menunggu taksi di depan halaman depan kampus.

Ocha menghela napas pelan lalu melambaikan tangan saat ada taksi dari kejauhan yang melintas. Ocha membuka pintu kemudian masuk. Ucapan samar Bara terasa berdenging di telinganya.

"Hati-hati, Sayang."

Ocha menyandarkan punggung pada jok. Sedetik kemudian Ocha duduk tegak lalu menengok ke belakang. Tampak Bara yang masih berdiri di tempat semula dengan mata yang mengawasi kepergian taksi yang dinaikinya. Apakah Ocha terlalu kelewatan? Kenapa pula dengan suara Bara yang terdengar sendu? Apa Bara sebegitu menyesal hingga terlihat seperti orang yang putus asa seperti tadi?

🍃🍃🍃

Setelah mobil berhenti, Bara turun dan meraih bunga di jok sampingnya. Area ini cukup sepi membuat suasana terasa semakin mencekam.

Menyusuri tiap-tiap makam, Bara berhenti kala tempat peristirahatan Rion berada. Tubuhnya bergeming sejenak sebelum Bara mulai berjongkok dan menabur bunga.

"Rion," ucap Bara seolah menyapa. Matanya menatap nyalang pada tulisan nama Rion yang terukir di batu nisan.

Bara tertawa sumbang. "Tidur lo gimana, bro? Nyenyak 'kah?"

Tentu saja tak akan ada yang merespon.

"Lo tahu, Sandra masih aja belum ikhlas ngelepas lo," lapor Bara. "Dia messed up banget, Yon."

Tangan Bara terulur mengusap nisan Rion. Suara desau angin terdengar karena suasana yang begitu hening. Ada beberapa orang juga yang tadi sempat Bara lihat sebelum tiba di makam Rion.

"Gue harus gimana, Yon? Gue nggak bisa lihat Sandra kacau kayak begitu. Gue pun sama kehilangannya kayak apa yang dia rasain. Tapi kenapa dia nyiksa kita dengan kondisinya sekarang? Gue, bahkan Gilang pun selalu bingung setiap Sandra inget sama lo."

Bara menarik napas demi melonggarkan sesak yang kembali muncul.

"Kita semua tahu 'kan, gimana Sandra? Dia itu cewek kuat dan mandiri selama ini. Lihat dia yang sekarang, gue yakin kalo lo masih di sini, lo akan sama hancurnya kayak gue dan Gilang."

"Tell me, Yon, gue mesti gimana?" tanya Bara. "Tapi lo tenang aja. Lo gak perlu khawatir. Meskipun kadang gue kehabisan cara buat nenangin dia, gue bakal tetep ingat wasiat lo buat selalu ngejaga dan ngelindungin Sandra."

Love in Demo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang