07. Silent Wounds

1.7K 133 4
                                    

Happy reading :)

🍃🍃🍃

Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Mama Ocha sudah diperbolehkan pulang. Selalu sabar, Ocha kini membantu setiap gerak yang akan dilakukan sang mama. Meski kini hanya bisa duduk diam di atas kursi roda, Ocha berkeyakinan kuat bahwa suatu saat nanti Mamanya akan bisa lepas dari benda itu.

Ocha menutup pintu kamar dengan perlahan. Setelah menyuapi dan memberikan obat, Mamanya telah tertidur pulas. Ocha berjalan seraya meregangkan tubuh yang terasa pegal. Hari ini sebenarnya Ocha ada kuliah dari pagi. Namun tidak mungkin Ocha meninggalkan Mamanya sendirian di rumah. Jika begini, Ocha jadi berpikir untuk mengajukan cuti. Tapi apakah sudah bisa? Secara Ocha 'kan masih semester satu.

"Kak," panggil Ocha kepada Nathan saat cowok itu baru saja melangkah masuk. "Bisa titip Mama sebentar? Ocha ada kelas."

"Pergi sana," jawab Nathan dingin.

"Makasih, Kak! Ocha bakalan langsung pulang kok kalau udah selesai."

Ocha segera bersiap. Mandi secepat kilat, hingga sepuluh menit kemudian Ocha dengan berat hati pergi ke kampus.

🍃🍃🍃

"Jadi nyokap lo keadaannya gimana, Cha?" tanya Laras. Mereka tak sengaja berpapasan ketika baru sama-sama keluar dari kelas.

"Udah pulih kok. Cuma ya masih belum bisa ngapa-ngapain."

"Kapan mau mulai terapinya?"

"Secepatnya. Ocha gak tega lihat kondisi Mama seperti sekarang. Ocha juga ngerasa berat kalau ninggalin Mama."

Laras merangkul bahu Ocha, memberikan kekuatan secara tersirat. Dukungan moril pastilah sangat dibutuhkan oleh Ocha. Dan sebagai sahabat yang baik, Laras pasti akan selalu siap sedia membantu.

"Gue antarin ya, Cha, pulangnya?" tanya Laras menawarkan.

"Emang Laras udah gak ada kelas?"

Laras menggeleng. "Enggak, udah beres hari ini."

"Makasih, ya, Laras," ujar Ocha dengan sungguh-sungguh.

Ya, Ocha sangat berterima kasih kepada Tuhan karena telah menghadirkan Laras dan Daniel sebagai sahabat yang sangat baik. Meski mereka belum lama saling mengenal, nyatanya itu tak menjadi patokan untuk kesolidan mereka bertiga.

Ocha menghentikan langkah kala tiba di samping mobil Laras. Ocha kini justru terfokus pada sosok di depan sana. Ya, itu Bara. Baranya Ocha. Namun Bara tak sendiri. Bara bersama Sandra. Bahkan Bara sedang berlutut di bawah kaki Sandra dan terlihat sibuk dengan sepatu milik Sandra.

Ocha kemudian mengalihkan pandangan. Menatap Laras yang baru saja membuka pintu mobil.

"Laras, tunggu sebentar ya? Ocha ada urusan dulu. Bentar ... aja."

Dan tanpa menunggu tanggapan Laras, Ocha segera melesat menuju ke arah di mana Bara berada.

"Bara," panggilnya.

Bara yang mendengar suara itu merasakan tubuhnya menegang sejenak.

"Bara?"

"Ocha."

Dan cukup satu kali namanya disebut oleh Bara, pertahanan Ocha runtuh. Ocha menghamburkan diri dalam pelukan Bara. Menumpahkan segala bebannya di balik dada bidang milik Bara. Ocha butuh sandaran dan tidak mungkin Ocha melakukan ini kepada Nathan. Karena sampai detik ini Nathan masih saja bersikap tak acuh kepadanya.

Love in Demo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang