02. Gugurnya Mahasiswa

3.3K 212 4
                                    

Happy reading :)

🍃🍃🍃

"OCHA! Lo mau ke mana?!"

Teriakan Laras tak digubris sama sekali oleh Ocha. Gadis itu berlari begitu saja tanpa peduli dengan kondisi yang semakin rusuh. Mata Ocha semakin tak jelas karena terhalang asap mengedar. Bara harus baik-baik aja. Bara tidak boleh terluka. Kalimat seperti itulah yang dirapalkan Ocha seperti mantra.

"Bara ... " panggil Ocha dengan suara lirih. Berharap ada semacam koneksi tak kasat mata yang bisa membuat Bara mendengar rintihan suaranya.

Sementara Ocha sibuk mencari, para mahasiswa lain sibuk berlarian. Peringatan terdengar di mana-mana. Bukannya berlari menyelamatkan diri dari kerusuhan, Ocha justru menerabas semua itu.

Kaki Ocha berhenti. Kepalanya memutar, dengan pandangan orang-orang berlarian ke sana ke mari. Semua itu hanya ibarat bayangan bagi Ocha. Karena sekarang yang terjadi, Ocha seperti terjebak dalam dimensi lain di mana hanya ada dirinya dan Bara.

"Bara, Ocha khawatir ... "

Ocha meneliti satu per satu. Pertama mulai dari warna almamater. Selanjutnya, jenis kelamin. Saat sudah menemukan gerombolan mahasiswa yang memakai almamater kampusnya, Ocha berlari mendekat. Seiring dengan langkahnya yang cepat, Ocha bisa melihat sosok yang sudah membuatnya kalang kabut seperti orang tak waras.

"Bara!"

Greb! Ocha menubruk tubuh Bara begitu jarak mereka telah terkikis. Ocha dekap Bara erat-erat seolah tak akan ada hari esok untuk mereka kembali bertemu.

"Ocha?" Bara menarik bahu Ocha, membuat pelukan itu terlepas. "Kamu ngapain ke sini?"

"Bara ... " ucap Ocha tersengal. Napasnya putus-putus di tengah isakan tangis.

"Kamu ngapain ke sini?! Aku udah bilang kan--"

Kalimat Bara tak mampu terselesaikan ketika gas air mata disemprotkan ke udara. Secara cepat, Bara menarik tubuh Ocha. Mendekapnya dan menundukkan tubuh mereka dengan tangan Bara yang mengangkat jas almamaternya di atas kepala.

Ocha yang belum paham situasi mengernyit bingung. Kaki-kaki menjejak ke sana ke mari dengan gerakan cepat. Ocha bisa dengan jelas mengamati itu dari posisinya yang saat ini sedang berjongkok.

"Bara gak pa-pa?" tanya Ocha.

Bara mendecih, menuntun Ocha agar tetap berjalan dengan posisi menunduk di bawah naungan jas almamaternya. Begitu halnya dengan yang dilakukan mahasiswa lain. Mereka berlomba untuk kabur dari area tempat gas air mata itu disemprotkan.

"Bara, makasih ... "

"Pulang."

"Hah?"

"Pulang sana!"

Ocha mengerjap. "Bara ngusir Ocha?"

"Punya otak nggak sih?! Kenapa gak bisa mikir sedikit pun? Ngapain kamu ikutan demo? Mau jadi keren, iya? Nyusahin tahu nggak?!"

Tubuh Ocha mendadak kaku. Matanya yang tadi sudah meneteskan air mata kini kembali berkaca-kaca.

"Bara ngerasa direpotin sama Ocha?" tanya Ocha sendu. "Ocha khawatir sama Bara."

"Nangis? Nangis aja sepuasnya! Kamu itu bisanya cuma ngerepotin, ngeyel, nangis. Mana ada cewek selemah kamu ikut demo beginian?"

Ocha buru-buru mengusap kasar air matanya. "Ocha nggak nangis kok!" dustanya. "Ini tadi kena gas air mata makanya sedikit perih."

Love in Demo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang