44. Quality Time

1.9K 153 6
                                    

Happy reading :)

🍃🍃🍃

Apartemen menjadi tempat yang dipilih Bara dan Ocha untuk membicarakan semuanya. Pertama karena Bara perlu mandi untuk menghilangkan sisa-sisa keringat dan bau tubuhnya. Kemudian, tempat itu juga sangat privasi sehingga tidak akan ada yang menginterupsi.

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih lima belas menit, Bara akhirnya selesai membersihkan tubuh. Tampilannya sudah jauh lebih segar dari sebelumnya. Air masih berjatuhan dari rambutnya yang belum kering.

"Kamu lapar? Mau makan sesuatu?" tanya Bara setelah menghempaskan diri di sebelah Ocha.

"Ocha mau spaghetti bologne."

"Oke."

Sambil menunggu delivery makanan tersebut, mereka menyalakan televisi. Memilah DVD yang sekiranya bagus untuk ditonton berdua.

"Bara?"

"Hm."

"Bara serius cinta sama Ocha, 'kan?"

Bara mengalihkan tatapan dari layar televisi. "Yup!" jawabnya.

"Yang soal pelarian itu ... itu cuma bohong, 'kan?"

"Maaf untuk semua itu, tapi keadaan yang maksa aku harus bohong sama kamu."

Lalu, mengalirlah semua cerita dari bibir Bara. Mulai dari kabar mengejutkan tentang kehamilan Sandra, lalu percobaan bunuh diri Sandra karena tekanan dari orang tuanya. Ditambah keputusan berat yang harus Bara ambil agar anak di dalam perut Sandra tak terbunuh karena ia trauma dengan kehilangan yang pernah sang mama alami. Berlanjut pada tuntutan dari kedua orang tua Sandra yang mengharuskan Bara menikahi Sandra dalam kurun waktu sebulan dari sekarang, tapi ditolaknya. Kemudian, berujung pada keputusan bahwa kedua orang tua Sandra yang akan membawa anak mereka ke luar negeri untuk diasingkan agar tak membuat malu nama keluarga.

"Jadi, Kak Sandra udah nggak di Jakarta lagi sekarang?" tanya Ocha begitu Bara menyudahi ceritanya.

Bara mengangguk, membelai pipi Ocha yang putih pucat dengan penuh kasih sayang. Betapa bersyukurnya ia karena telah diberi kesempatan untuk bisa bersama gadis cantik ini. Menilik apa yang telah ia lakukan, sebenarnya Bara malu karena telah menyakiti Ocha begitu dalam. Namun, membayangkan tak bisa bersama dengan gadis yang dicintainya, Bara merasa frustasi.

"Loh, kenapa nangis, Sayang?" tanya Bara terkejut saat satu lelehan air mata jatuh mengenai tangannya.

"Ocha nggak bisa bayangin kalau ada di posisi Kak Sandra. Ocha selama ini juga egois karena cuma mikirin perasaan Ocha sendiri. Ocha nggak tahu kalau Bara tertekan karena harus mengambil tanggung jawab itu."

"It's okay. Semua udah berlalu. Kita do'ain aja supaya Sandra bisa bahagia di mana pun dia berada saat ini."

"Terus, gimana soal Mario?" lanjut Bara.

"Ternyata Kak Mario itu kakak kelas Ocha waktu SMP. Bara ingat nggak waktu kita main game 'put your finger down'?" Sedikit mengernyit, cowok itu mengangguk kemudian. "Bara pernah tanya 'kan apa Ocha pernah di-friendzone-in, dan yep! Dulu Ocha sama Kak Mario terjebak dalam friendzone."

"Serius?"

Ocha membenarkan, lalu lanjut bercerita. "Kami dulu dekat. Lebih dekat saat di luar sekolah. Ocha suka sama Kak Mario, tapi belum berani bilang sampai akhirnya Kak Mario lulus dan kami kehilangan kontak."

"Tunggu," sela Bara. "Kalau kalian satu sekolah waktu SMP, kenapa kalian saling nggak kenal waktu ketemu di kampus?"

Ocha menjelaskan semuanya mulai dari nama yang Ocha ketahui dulu bernama Vandra--yang rupanya nama lengkap Mario adalah Mario Geovandra. Lalu penampilan yang berubah total dan Mario yang telah menyadari pertama kali bahwa mereka adalah teman dari masa lalu. Kemudian, berlanjut pada buket bunga yang tiada hari tanpa absen. Semuanya Ocha jelaskan sampai ke akar-akarnya.

Love in Demo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang