39. The Start Of The War

175 15 8
                                    

Bagian 39: Awal mula perselisihan, perlahan terungkap





Farel berjalan pelan ke arah Mansionnya. Setelah berapa hari, akhirnya Farel pulang dari perjalanan bisnisnya. Setelah memasuki kawasan sekitar Mansionnya, Farel sydah disambut hangat oleh Jihan di depan pintu. Dengan senyum manisnya, Jihan mengulurkan tangannya berniat membantu Farel membawakan koper yang dibawa Farel. Namun seperti biasa, Farel tak mengindahkan uluran tangan Jihan dan malah menggandeng tangan Jihan masuk sementara Jihan tersenyum malu sambil menundukkan kepalanya.

Saat Farel hendak masuk ke kamarnya diikuti Jihan, Farel menghentikan langkah Jihan. Seolah paham, Jihan buru-buru menjauh dari kamar Farel. Tak butuh waktu lama bagi Farel untuk berganti pakaian lantas segera keluar dari kamar dan berjalan menghampiri Jihan yang tengah memakan sandwich di dapur.

"Citra baik baik aja kan?" Tanya Farel. Karena kesibukannya, Farel tak bisa leluasa lagi mematai-matai Citra dan hanya bisa mendengar kabar dari Danish dan Defan yang tentunya keduanya sepakat untuk tak membongkar kelakuan Ari dahulu didepan Farel.

"Baik kok Rel. Eh Lo capek gak? Mau gue pijitin gak?" Tanya Jihan menawarkan.

"Gak usah gue mau tiduran aja di sofa Lo jangan ganggu ya" Jawab Farel menolak. Farel pun berjalan ke ruang tamu dan merebahkan dirinya di sofa panjang. Sejenak Farel memejamkan matanya untuk menjernihkan pikirannya. Sementara Jihan hanya terdiam di dapur sambil memakan sandwichnya.

'Sampe kapan sih gue kudu tinggal sama dia? Ceweknya bukan, temen juga bukan tapi sikap dia sepeduli ini sama gue cuma karena gue temen adeknya! Andai Farel ngelirik gue kan gue bakal ngerasa beruntung' Batin Jihan sembari melahap sandwichnya.

Sementara itu, di kampus, Citra hanya berdiam diri didalam kantin. Karena hari ini Jihan tidak ada matkul, jadi Citra hanya bisa sendirian selama ia belajar di kampus. Saat sedang asyik melamun, Citra mendapat chat dan segera handphonenya. Saat dilihat, Wajah Citra hanya datar dan sinis. Lalu dengan cepat, Citra segera menghubungi kakak sepupunya yaitu Defan untuk menjemputnya.

"Halo kak Defan, tolong jemput Citra sekarang!" Ucapnya dengan nada tegas.

"Bukannya masih ada mata kuliah lain?" Tanya Defan disebrang.

"Hari ini juga aku harus bolos. Cepet ya kak" Ucap Citra yang langsung menutup panggilannya.

Langkah kaki Citra tergesa-gesa berjalan keluar dari kampusnya. Saat sudah tiba di gerbang kampusnya, Citra melepas kalung yang ia pakai, dan mengeluarkan isi tasnya lalu membuang tas tersebut kedalam tempat sampah. Tak lama kemudian, Defan pun tiba di kampus Citra. Dengan cepat, Citra segera membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya.

"Buru-buru mau kemana sih?" Tanya Defan heran.

Citra menghembuskan napasnya kasar. "Tolong bawa ke kantor Ari! Sekarang juga" Ucap Citra.

"O-oke dek" balas Defan dengan pelan. Entah kenapa hari ini Citra tampak menahan marah terhadap sesuatu. Tidak biasanya Citra terlihat sekesal ini. Tapi Defan memilih diam dan menjalankan mobilnya. Toh nanti juga dia akan tahu sebabnya.

Citra hanya diam melamun tanpa berbicara. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai macam yang menumpuk. Semua yang selama ini ia tahan, mendadak membuatnya tak bisa bernapas lega. Lalu, memilih mengakhiri semuanya hari ini juga. Citra lelah, ia menyerah. Semua masalah yang berpusat tentang Ari, harus diakhiri. Mendadak, Citra merasa sangat benci dan jijik dengan Ari. Ya, sudah sejak lama, Citra tahu bila Ari diam-diam menemui Sherin kembali. Sudah bisa Citra tebak, bila Ari akan goyah. Ini menjadi terakhir kalinya Ari akan mendapat kesempatan dari Citra.

Tibalah Citra di Kantor Ari. Tanpa mengucap terima kasih pada Defan, Citra segera memasuki gedung tersebut dan menaiki lift menuju ruangan Ari. Tentunya semua karyawan yang ada disana tidak bisa melarang Citra karena Ari suda memberikan hak khusus agar Citra bisa bebas mengunjungi Kantornya.

Never Change [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang