44. Everything is gone [End]

420 12 1
                                    

Bagian 44: Sekeras apapun manusia merencanakan sesuatu, nyatanya bila Tuhan sudah mempersiapkan rencana lain, maka tidak ada lagi bisa yang kamu lakukan selain menerimanya.










"Jihan, bisa jangan terlalu akrab sama Defan?" Tanya Farel tiba-tiba.

Tidak ada angin, tidak ada hujan, Farel menyuruh Jihan untuk mampir ke Kantor Farel sepulang kuliah. Mana Farel meneleponnya dengan nada jutek lagi. Jihan kembali bertanya-tanya ada salah apa lagi dia? Kenapa Farel makin hari makin jahat padanya? Dan kini, didalam ruang kerja Farel, Jihan hanya bisa duduk santai diatas sofa sambil membaca komik dihandphonenya.

"Kenapa lagi sih Rel? Gue perasaan daritadi diem loh! Lo kurangajar banget sih Rel gue mulu yang disalahin!" Jihan menunjuk Farel dengan telunjuknya pertanda bahwa ia mulai gerah dengan segala tingkah absurd Farel.

"Gue minta Lo jangan terlalu akrab sama Defan. Gitu aja susah??" Ucap Farel ketus.

"Duh suer gue ga paham weh sama jalan pikiran Lo. Alasannya apa coba gak boleh akur sama Defan? Lo mau gue berantem mulu sama dia?" Jihan mengusap-usap wajahnya kasar dan menepuk-nepuk pahanya sambil menarik napas panjang.

Farel kemudian berdiri dan menghampiri Jihan lalu ikut duduk disebelah Jihan. Mata Farel memandang Jihan tajam. Saking tajamnya, Jihan juga tak mau kalah dan menatap Farel tidak kalah julidnya. Lama-lama Farel gerah sendiri tatap-tatapan dengan Jihan dan memalingkan wajahnya.

'kalah kan Lo? Dia pikir dia doang yang bisa julid? Huh belum tau aja gue kaya gimana bentukannya!' Batin Jihan.

"Bukan berantem juga maksud gue, tapi ya gue ngerasa gak adil aja kenapa sama Defan Lo lepas banget ngobrol, ketawa, bercanda sementara kalo sama gue, tatapan Lo kalo ga julid, ya nunduk aja!" Oceh Farel. Jihan bengong seketika. Tumbenan Farel bawel masalah gini aja?

"Kenapa Lo harus ngerasa gak adil? Bukannya Lo gak suka gue karena gue terlalu berisik? Ya, gue betelah gak ada temen! Main sama lu ka main sama tembok gak ada rasa! Mending ada Defan bisa ngilangin kejenuhan gue karena gak ada Citra."

Farel diam seketika. Iya juga ya, kenapa dirinya harus merasa tidak nyaman? Kenapa dirinya merasa kesal jika melihat interaksi Jihan dan Defan? Farel menatap wajah bingung Jihan serius. Tanpa sadar, bibirnya melengkungkan senyuman sekilas saat menatap Jihan. Perlahan, Farel mendekatkan tubuhnya pada Jihan, mengurungnya dalam dekapannya. Jihan semakin gugup saat wajahnya sangat dekat Farel.

'Buset dah nih orang ngapain sih!? Lo jahat banget Rel sumpah ngurung gue gini! Jantung gue makin gak amaan!' Teriak Jihan dalam hatinya.

Tangan Farel membelai lembut wajah Jihan mencoba menyingkirkan helai rambut yang menghalangi wajah Jihan. Perlahan, bibir Farel membisikkan sesuatu pada Jihan.

"Mulai sekarang, Lo cuma boleh main sama gue"

Jihan menatap Farel tak percaya. Konspirasi apalagi ini?? Farel semakin absurd saja. Jihan tak mau jadi geer karena mendengar perkataan Farel, namun tetap saja Jihan jadi sedikit kepedean. Ini boleh tidak sih kadar kepedean Jihan dinaikkan? Jihan merasa ini perlu.

"Farel Lo kenapa sih akhir-akhir ini sensi dan absurd banget? Cerita sini kalo ada masalah tapi jangan bikin gue bingung dong" Tanya Jihan.

"Gue juga gak tau gue kenapa. Jangan banyak tanya, turutin apa akata gue tadi!"

Setelah berkata tadi, Farel kembali berdiri dan kembali ke meja kerjanya. Pelan tapi pasti, Farel tak akan biarkan Defan punya celah. Jihan, hanya boleh bersamanya. Tidak untuk yang lain.

Disatu sisi, Jihan semakin tak tertahankan. Rasa ingin berteriak sudah diubun-ubun. Dan ini harus dituntaskan. Jihan pun pamit ke toilet meninggalkan Farel yang sedang tersenyum dimejanya. Dugaannya benar! Farel sudah gila!

Never Change [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang