"Tidak semua apa yang kita rasakan harus diceritakan kepada orang lain. Cukup menceritakan apa yang kita rasakan ke dalam tulisan, itu mungkin lebih baik."
.
.
.Wanita itu memakai gamis dan kerudung panjang sepinggang datang menghampiri anaknya yang sedang duduk di depan televisi ruang tamu. Terlihat sedang menggerakan tangan dengan bolpoin pada buku di pangkuannya. Lihai betul tangan itu menggoreskan huruf demi huruf dirangkai dalam satu kalimat, sampai penuh satu halaman. Seperti buku diary saat melihat tulisan dan bentuknya. Terlihat menarik dengan warna abu-abu terdapat tulisan 'My Diary' berwarna hitam di bagian depan.
"Lagi apa sih?" godanya, sontak membuat cowok itu terperanjat dan menutup rapat-rapat bukunya.
"Ummi, Syawal kaget."
Lesung pipi wanita itu terlihat jelas saat tertawa. "Kamu serius banget sih nulisnya. Hayo lagi nulis apa? Jangan-jangan itu surat cinta, ya?" lagi-lagi Syawal dijahili oleh Yulia.
"Masih sekolah udah cinta-cintaan. Tapi nggak apa-apa kok, Ummi tunggu cewek yang kamu suka, ya."
Namanya Yulia. Ummi dari Syawal. Wanita yang menjadikan Syawal begitu menghargai perempuan. Saat terbesit dihatinya yang tidak-tidak tentang perempuan ia buang jauh-jauh. Ummi nya adalah seorang perempuan, jika ia menyakiti perempuan sama saja menyakiti Ummi nya sendiri.
Maka dari itu Syawal berusaha sebaik mungkin untuk menghargai perempuan di luaran sana.
"A-apa sih, Ummi. Bu-bukan apa-apa kok. Ini cuma lagi iseng aja Syawal nulis. Lagian nggak ada cinta-cintaan sebelum akad."
"Masa sih? Tapi, jawabnya kok kayak gugup gitu?" Yulia tidak percaya.
"Serius, Ummi." jawab Syawal meyakinkan.
"Buku diary dari Kak Syawa, ya? Masih ada?" Yulia mulai melupakan hal barusan. Ia penasaran dengan buku yang pernah diberi oleh Kakak Syawal, yaitu Syawa. Nama yang hampir saja mirip. Keduanya pun memiliki kesamaan wajah jika diperhatikan secara intens. Bagai si kembar yang lahir dalam satu waktu.
Helaan napas lesu Syawal membuat Yulia merasa bersalah. Tidak seharusnya mengungkit kenangan lalu yang malah membuat Syawal berubah murung.
"Maaf, Ummi nggak bermaksud." sesalnya.
"Nggak apa-apa, Ummi. Cuman ini yang Syawal punya dari Kak Syawa. Buku diary untuk menorehkan segala perasaan."
"Bahasamu ketinggian." cibir Yulia. Lagi, Yulia memang sulit untuk diajak serius. Tak jarang dirinya juga sering mengeluarkan jurus humornya.
Dan Yulia seorang yang humoris bagi Syawal. Selalu menggoda Syawal yang notabene-nya tidak banyak tingkah, kalem, dan jarang bercanda. Di rumah ini akan sepi jika tidak ada Yulia. Karena, memang dialah yang selalu membuat kerusuhan di rumah ini. Terutama saat bersama Abi Syawal.
Pernah di satu malam Syawal sampai geleng-geleng kepala dengan tingkah Ummi nya yang menjahili Abinya hingga Abi Syawal pun kewalahan.
"Syawal kenapa nggak pernah bawa perempuan ke sini sih?" gerutu Yulia tiba-tiba.
"Nanti Ummi kalau udah waktunya," jawab Syawal tenang.
"Nggak mau pacaran gitu?" goda Yulia.
"Astaghfirullah, Ummi. Kan nggak boleh pacaran." sudah berapa kali Yulia ini selalu menanyakan dirinya tentang hal itu. Jelas-jelas itu tidak akan pernah Syawal lakukan. Syawal tidak habis pikir, jika Abinya mendengar sudah dipastikan Yulia akan ditegur. Bahkan dihukum kecil-kecilan. Yang mana hukuman itu malah disenangi Yulia. Aneh memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu yang Tak Berujung (Selesai)
SpiritualSeperti lingkaran yang tak ada ujungnya. Terus memutar dan kembali ke titik awal dimana kita berhasil melewatinya. Namun, akan tetap berjalan di tempat yang sama. Remaja yang masih bergelung dalam impian sebagai pelajar. Kerinduan pada seseorang ya...