Apakah aneh saat ada orang yang takut mendengar suara petir?
.
.
.Seluruh murid meratapi derasnya air hujan. Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi, namun mereka memutuskan untuk menetap sampai hujan reda. Guru pun tidak memperbolehkan muridnya pulang. Hujan sedang deras-derasnya, apalagi beriringan dengan adanya suara petir.
Suasana kelas menjadi gelap. Padahal waktu masih terbilang siang. Mungkin efek mendung di luar karena hujan.
Suara petir semakin besar, membuat mereka berteriak ketakutan. Ada yang duduk diam, ada yang menunduk takut, dan ada juga yang terus berdo'a. Salah satunya adalah Sahi, sejak tadi ia tidak berhenti berdo'a.
"Sah, aku takut." rengek Firza.
"Berdo'a, Za." perintah Sahi, Firza malah memperdekat jarak dan memeluk Sahi dari samping.
"Bu, maaf saya mau izin ke UKS." suara berat mengalihkan pandangan semua mata ke arahnya.
"Kenapa, Agi?" tanya Bu Gita, guru yang masih setia menemani muridnya di kelas.
"Syawal ketakutan, Bu. Dia nggak berhenti manggil Uminya." Agi terlihat panik.
Bu Gita menghampiri Syawal tergesa-gesa. Dan benar saja tubuh Syawal bergetar. Wajahnya pun penuh ketakutan. Matanya terus terpejam.
Yang lain juga merasa penasaran dan berbondong-bondong untuk ikut melihat kondisi Syawal.
Mereka bingung harus berbuat apa. Anak cewek juga ingin membantu Syawal ke UKS. Namun, mereka tahu Syawal pasti akan menolak. Hanya menjadi penonton saja yang bisa mereka lakukan.
"Syawal, kamu kenapa?" tanya Bu Gita panik.
"Umi... Syawal takut, Umi." racau Syawal dengan mata terpejam.
"Cepat kamu bantu Syawal ke UKS!" suruh Bu Gita pada Agi. Terdengar nada khawatir dari Bu Gita untuk Syawal.
Agi memapah tubuh Syawal dan dibantu teman laki-lakinya. Farid juga tak kalah panik saat melihat teman dekatnya ketakutan. Agi dan Farid adalah teman dekat Syawal sejak awal masuk SMA.
"Syawal kasihan ya, Sah. Nggak tega aku lihatnya." ringis Firza. Sahi mengangguk membenarkan. Kenapa dirinya ikut khawatir melihat Syawal mengigau memanggil Uminya?
"Umi... takut. Peluk Syawal, Umi. Syawal takut." Syawal terus saja meracau. Sepertinya Syawal memang memiliki ketakutan. Entah apa itu mereka juga tidak tahu.
"Dingin, Umi. Syawal kedinginan." dibalik sifat tegas Syawal, ternyata ada sisi lemahnya juga.
Sesampainya di UKS, Syawal diberi air minum agar tenang. Terbukti kini Syawal sedikit lebih tenang setelah tadi sempat tidak sadarkan diri. Agi dan Farid setia menemani Syawal hingga sadar.
Hujan pun sudah mulai reda. Langit terlihat lebih cerah, tidak mendung seperti tadi.
"Gimana, lo udah lebih tenang?" tanya Agi. Jangan heran jika Agi menggunakan sebutan lo-gue. Katanya, itu panggilan gaul. Dia sering membolos. Hidupnya jauh dari aturan.
"Gimana, Wal? Nggak takut lagi kan?" timpal Farid cemas.
"Saya nggak apa-apa. Kalian nunggu dari tadi?" ucap Syawal heran.
"Ya iyalah, kita ini sahabat. Masa main pergi gitu aja saat sahabatnya sakit." jawab Agi jengah.
Syawal terkekeh mendengarnya.
Syawal beruntung bisa mendapat sahabat yang peduli seperti Farid dan Agi. Walau mereka terkadang keras kepala saat Syawal menasihatinya. Lebih tepatnya Agi. Bahkan Syawal tidak segan-segan untuk menyuruh Agi berhenti bolos dan perbaiki diri supaya bisa lebih baik lagi. Tapi, hasilnya belum ada. Tidak sampai disitu, Syawal terus berusaha tanpa menyerah begitu saja. Ia berusaha agar mengajak sahabatnya pada kebaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu yang Tak Berujung (Selesai)
SpiritualSeperti lingkaran yang tak ada ujungnya. Terus memutar dan kembali ke titik awal dimana kita berhasil melewatinya. Namun, akan tetap berjalan di tempat yang sama. Remaja yang masih bergelung dalam impian sebagai pelajar. Kerinduan pada seseorang ya...