10. Harus Bagaimana?

16 4 0
                                    

Bagaimana cara menyikapi ini semua? Dia benar-benar berani mengatakan hal tersebut.
.
.
.

"Darimana kamu tahu tempat kerja Ibu saya?" bukannya menjawab dia malah tertawa. Meninggalkan tanda tanya pada Sahi. Apa ada yang lucu?

"Jawab!" tegas Sahi, dirinya jadi kesal sendiri melihat tingkahnya. Kenapa dia sangat menyebalkan?

"Aku akan berusaha cari tahu tentang kamu, bidadari. Apapun itu." jawabnya tersenyum, namun terdengar tegas tidak ingin dibantah.

Sahi mencoba sabar. "Kamu jangan pernah main-main dengan ucapanmu. Jangan jadikan itu bahan candaan. Saya nggak suka."

Merasa tidak dianggap, Wahyu mulai merasakan nyeri dihatinya. Mungkin orang lain menganggap cowok humoris selalu bercanda. Nyata adanya, tidak semuanya seperti itu. Ada kalanya dia juga bisa berbicara serius. Seperti Wahyu saat ini.

"Apa itu pandangan kamu terhadap aku?" tanya Wahyu pelan.

"Apa semuanya kelihatan bercanda? Aku emang seperti ini adanya. Boleh aja kalau kamu melihat sisi nakal dari aku, Sah. Tapi, apa nggak boleh anak berandal berbicara serius? Apa nggak boleh anak nakal berusaha mendapatkan yang terbaik untuk sama-sama belajar di jalan Allah?" Wahyu menatap Sahi dalam. Dia tidak peduli dengan siswa-siswi yang memperhatikannya. Apalagi kelas ramai saat Wahyu datang.

Firza yang duduk di samping Sahi merasa tidak enak hati pada Wahyu. Ia juga pernah memandang Wahyu hanya pada satu sisi. Sifatnya berandal. Nyatanya Wahyu tak seburuk yang ia kira.

Sedangkan Sahi hanya bisa menunduk diam. Ia mencerna perkataan Wahyu. Jadi, dugaannya salah menganggap Wahyu hanya bercanda? Salah sekali karena telah berburuk sangka pada Wahyu.

"Maaf, bidadari. Jika keberadaanku mengganggu ketenanganmu." lanjutnya lembut.

Mata Wahyu beralih pada Firza. "Za, jaga Sahi buat gue. Jangan sampai Sahi diganggu cowok nakal. Cukup gue aja yang ganggu Sahi. Mungkin ini juga yang terakhir gue gangguin dia." perkataannya berubah dingin. Dengan Sahi saja Wahyu berbicara lemah lembut. Menggunakan aku-kamu layaknya orang spesial. Jika dengan orang lain akan kembali seperti biasa. Hanya Sahi yang istimewa dihati Wahyu.

Wahyu pergi meninggalkan Sahi yang terdiam. Sahi tidak tahu harus bagaimana. Apa dirinya telah menyakiti hati Wahyu?

"Sah, kamu baik-baik aja kan?" tanya Firza khawatir.

Sahi menggeleng pelan. "Aku salah ya, Za?"

"Aku udah nyakitin dia, Za."

Firza merasa iba pada Sahi. Dia tidak bisa membantu apa-apa. Hanya pelukan yang dapat Firza berikan untuk menenangkan Sahi.

Sahi terus terisak dalam dekapan Firza. Sahi juga jadi merasa bersalah pada Wahyu. Firza hanya bisa mengelus bahu Sahi tanpa berbicara apapun. Biarlah Sahi tenang dalam pelukannya.

Saat Firza sibuk menenangkan Sahi. Matanya bersitatap dengan cowok yang duduk paling ujung. Cowok itu dengan cepat membuang muka ketika tahu Firza meliriknya. Firza tersenyum dengan miris. Dia tahu apa yang dirasakan cowok itu.

Aku tahu kamu pasti kecewa mendengar ada orang lain yang menyatakan ta'aruf pada sahabatku. Aku juga tahu kamu mengagumi Sahi, sahabatku. Jika kalian memang dituliskan untuk berjodoh, tentu aku akan bahagia. Bahagia melihat sahabatku mendapat lelaki baik sepertimu.

〰️〰️〰️

Kejadian di kelas masih membekas dihati Sahi. Dirinya malu sekaligus kecewa pada dirinya sendiri. Wahyu tidak seburuk yang ia pikirkan. Dia nakal, namun masih memiliki moral.

Rindu yang Tak Berujung (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang