31. Kabar Menyakitkan

6 2 0
                                    

Tak ada yang lebih menyakitkan disaat kau mendapat kabar bahwa orang yang menjadi jalan surga pahlawan kehidupanmu, terbaring lemah tak berdaya.
.
.
.

"Jadi, itu Nenek kamu?" tanya Syawal, begitu kaget saat tahu siapa yang datang. Begitupun dengan perempuan yang diyakini cucu dari Nenek korban tabrak lari.

"Iya, itu Nenek saya. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanyanya mulai panik.

Syawal diam sejenak. Mengumpulkan keberanian untuk mengatakan hal yang mungkin akan membuat perempuan itu terkejut.

"Jawab, Wal. Jangan diam aja!" desaknya tidak sabaran.

"Saya nggak tahu kejadian sebelumnya seperti apa. Saya lihat Nenek kamu tertabrak motor. Kejadiannya pun begitu cepat. Kata Dokter lukanya cukup parah. Untung bisa cepat dibawa ke sini." tubuh perempuan itu luruh ke lantai. Ia terisak, merasa sesak dalam dada.

Orang yang sangat menyayanginya kini sedang terbaring lemah di atas kasur rumah sakit.

"Kita berdo'a agar Nenek baik-baik aja." Syawal berusaha menenangkan.

"Bagaimana keadaan Nenek, Sahi?" wanita paruh baya berlari dengan tergesa. Wajahnya menyorot kepanikan. Menghampiri sang anak yang sedang duduk di lantai.

"Nenek belum sadar, Bu." isak Sahi segera memeluk Meta erat.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa Nenek bisa ada di sini?" Meta beruntun mengeluarkan pertanyaan.

Meta bingung, bagaimana Ibu mertuanya bisa ada di sini. Sekali bertemu malah mendapat sambutan seperti ini. Kaget tentunya. Mendapat kabar tiba-tiba bahwa Ibu mertuanya kecelakaan.

"Sahi juga nggak tahu, Bu. Syawal yang lihat langsung kecelakaan itu." Meta menatap Syawal yang sedang tertunduk.

Tiba-tiba Meta kembali cemas saat melihat tubuh Syawal bergetar. Tangan lelaki itu berkeringat dingin. "Kamu kenapa, Nak?"

"Sa-saya ta-takut, Bu." jawab Syawal terbata-bata. Sontak Meta duduk di samping Syawal dan menatapnya penuh khawatir.

Ada apa sebenarnya? Meta tidak tahu apa yang dirasakan Syawal saat ini.

"Syawal takut kenapa? Apa bisa Ibu dengar cerita Syawal?" Meta bertanya dengan perlahan, takut menyinggung perasaan Syawal.

"Kecelakaan." lirih Syawal, membuat Meta berpikir keras. Kecelakaan? Apa maksudnya? Sungguh Meta benar-benar tidak mengerti.

Suara isakan pelan terdengar masuk ke dalam telinga Meta dan juga Sahi. Entah kenapa rasanya Sahi juga ikut merasakan kekhawatiran. Ada rasa penasaran kenapa Syawal begitu banyak menyimpan ketakutan.

Mulai dari kejadian di kelas, dimana Syawal ketakutan saat ada petir dan sekarang kembali takut setelah kejadian ini. Sahi masih ingat akan waktu itu.

"Saya trauma. Saya nggak bisa lihat kecelakaan." gugup Syawal. Sedikit malu menceritakan masalahnya. Namun, akan terasa mengganjal jika terus dipendam.

Jika menyangkut dengan kecelakaan, kejadian itu selalu terulang kembali dalam putaran sepotong kenangan. Setiap darah, ringisan, dan suara teriakan warga yang menggema di jalan raya masih jelas terdengar. Walau sudah menjadi bagian dari masa lalu. Dimana perempuan yang sangat ia cintai harus meninggalkan dirinya dalam keadaan tragis.

Flashback on.

Di bawah guyuran hujan dan suara kilatan petir membasahi juga menggelegar di jalan raya. Walau begitu, kendaraan beroda empat maupun dua tidak mengurangi kecepatannya. Malah semakin gesit melaju.

"Kamu tunggu di sini sebentar, ya. Kakak mau beli minum dulu." perintah seorang perempuan yang memakai gamis panjang. Sambil mengelus rambut sang Adik penuh sayang. Matanya menyiratkan kesedihan. Seolah itu terakhir kali ia menatap Adiknya.

Rindu yang Tak Berujung (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang