Tanpa sadar kita sudah sering bertemu di lain tempat. Jangan sampai aku larut dalam menempatkan cinta yang belum pada waktunya.
.
.
.Hanya bisa menghela nafas sabar saat ocehan itu keluar dari mulut istrinya. Sudah menunggu lama tetap saja salah dimatanya. Benar, bahwa wanita memang selalu benar.
"Abi, kita jadi telat kan? Abi sih lama," tuh, kan. Padahal dia yang sejak tadi rapi-rapi namun tak kunjung selesai.
"Kalau siang kayak gini panas, Abi." rengeknya.
"Nanti Abi payungin biar Umi nggak kepanasan."
Wajah istrinya langsung memerah karena malu. Baginya itu terdengar romantis. Padahal nada bicaranya santai. Tetap saja itu adalah hal yang menyenangkan.
"Abi jangan bikin Umi terbang." ucapnya malu.
"Emang Umi punya sayap?" tanya Fazar polos.
"Mana ada, Umi cuma punya Abi." jawab Yulia terkekeh.
Fazar tersenyum mendengarnya. Istrinya memang sering sekali merayu. Dirinya juga pernah berdebar seperti baru pertama kali melihat istrinya.
"Abi juga punya Umi. Jangan sampai suka pria lain, ya. Cuma Abi yang boleh lihat sifat manja Umi. Orang lain jangan sampai lihat." Fazar mulai menatap Yulia penuh kelembutan. Yulia sampai tidak berkedip menatap suaminya. Benarkah ini suaminya? Kenapa bisa selembut ini?
"Dan jangan pernah menatap yang bukan mahram seperti ini. Cukup tatap Abi aja." lanjutnya kembali membuat Yulia diam tak berkutik.
"Ini beneran Abi, bukan?" tanyanya polos.
Fazar tertawa pelan. "Iya, sayang. Emang siapa lagi?"
"Umi nggak percaya Abi bicara semanis ini." matanya lucu sampai mengerjap-ngerjap seperti itu. Membuat Fazar gemas.
"Mau berangkat sekarang?" tanya Fazar mengalihkan pembicaraan.
"Jawab dulu, Abi nggak biasanya kayak gini." rengek Yulia masih penasaran dengan perubahan tiba-tiba suaminya.
Fazar menghela nafas. "Nggak apa-apa, Abi cuma mau ngungkapin perasaan Abi aja."
"Sering-sering kayak gini, ya." balas Yulia senang.
"Kenapa?"
"Umi suka." jawab Yulia malu-malu dan Fazar hanya tersenyum sambil mengelus kepala istrinya yang tertutup kain kerudung.
Setelahnya pasangan suami istri itu berjalan beriringan. Sesekali bercanda disela-sela perjalanan.
Indahnya kebersamaan dalam ikatan halal.
〰️〰️〰️
Ramainya suara penjual dan pembeli ditambah suara bising kendaraan menjadi hal yang biasa.
Pasar.
Tempat dimana banyaknya penjual yang menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari. Suara teriakan-teriakan penjual yang mempromosikan dagangannya terdengar begitu nyaring.
Tempat para Ibu rumah tangga membeli kebutuhan rumahnya.
Di sini Yulia berada. Di tempat penjual ikan lele. Hari ini niatnya dia akan memasak makanan kesukaan Syawal. Kebanyakan Ibu-Ibu akan menawar untuk mendapat harga lebih murah. Tetapi, tidak bagi Yulia. Dia lebih memilih langsung bayar agar cepat tanpa menunggu lama lagi.
Fazar suaminya dengan sabar menunggu istrinya yang sudah beberapa kali mengelilingi pasar. Padahal yang dibeli tidak seberapa. Demi sang istri Fazar rela kepanasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu yang Tak Berujung (Selesai)
SpiritualitéSeperti lingkaran yang tak ada ujungnya. Terus memutar dan kembali ke titik awal dimana kita berhasil melewatinya. Namun, akan tetap berjalan di tempat yang sama. Remaja yang masih bergelung dalam impian sebagai pelajar. Kerinduan pada seseorang ya...