30. Perasaan Apa Ini?

3 1 0
                                    

Jantung yang berdegup kencang saat berada di dekatnya. Tak bisa menatapnya lama, namun hati tak dapat berbohong. Bahwa berada di sampingnya, ada rasa nyaman yang nyata.
.
.
.

"Ini uang yang kemarin." Sahi menyodorkan uang untuk membayar taksi online yang kemarin dibayarkan oleh Syawal.

Bukannya langsung mengambil, Syawal menghela nafas. "Saya udah bilang, nggak usah diganti."

"Saya nggak mau tahu. Ini uang kamu, Wal. Saya nggak mau berhutang. Tolong, diambil." setelah semua persiapan untuk acara sekolah selesai, Sahi berniat mengembalikan uang Syawal. Walaupun Syawal tidak meminta, tetapi Sahi merasa ada yang mengganjal dihatinya. Ia merasa tidak enak hati.

Tidak mau merepotkan orang lain. Selagi mampu Sahi akan berusaha semampu dirinya. Tanpa melibatkan orang lain.

Melihat Sahi yang terus memaksa, Syawal jadi bimbang. Padahal niatnya ingin membantu Sahi. Namun, tidak bagi Sahi.

"Baiklah, saya ambil." akhirnya Syawal mengambil uang itu.

"Kalau suatu saat saya kasih uang, jangan ditolak. Itu udah jadi kewajiban saya menafkahi kamu." lanjutnya tidak sadar. Sahi mengernyitkan dahi seraya tertunduk.

"Gimana?" untung saja jalanan masih ramai oleh murid yang berlalu lalang untuk bergegas pulang. Sahi masih bisa berbicara dengan Syawal.

Lalu mata Syawal membulat sempurna. Ia baru sadar telah mengucapkan hal tersebut.

Tuh, kan. Keceplosan.

"M-maaf, lupain aja." jawab Syawal gugup, mengusap lehernya. Kemudian meringis. Bisa sekali mulut Syawal begitu licin mengatakannya. Padahal bukankah Syawal tidak mau Sahi mengetahui perasaannya?

"Kalau begitu saya pulang duluan. Assalamu'alaikum," lanjut Syawal bergerak salah tingkah.

"Wa'alaikumussalam." lirih Sahi, otaknya masih mencerna ucapan Syawal barusan. Ia berpikir keras untuk menjabarkan kalimat tadi.

Setelah kepergian Syawal barulah Sahi tahu apa maksudnya. Entah kenapa pipi Sahi langsung merona. Apa suatu saat nanti Syawal akan menikahinya? Ah, membayangkan saja membuat jantung Sahi berdegup kencang. Perasaan apa ini?

"Kenapa jadi berdebar kayak gini?" gumam Sahi, memegang sebelah rongga dadanya. Bahkan bunyinya hampir terdengar. Memang, terlalu berlebihan.

Dengan cepat Sahi mengucap istighfar. Menggelengkan kepala, mengelak. Dan mengambil nafas lalu menghembuskannya perlahan. Guna menetralkan rasa gugup.

〰️〰️〰️

Di sebuah Kafe, lelaki berseragam putih abu tengah menyeruput gelas berisi jus berwarna orange. Ditemani dengan buku yang tertera pada atas meja.

Matanya menelusuri jalanan. Tepat sekali, meja yang ia tempati berada di pinggir kaca yang tersuguhkan pemandangan jalan raya. Sebelum pulang ke rumah ingin mampir sebentar untuk menghilangkan rasa haus.

Ini pertama kali menginjakkan kaki di Kafe. Ia bukan tipe cowok yang sering kumpul bersama dengan para teman-temannya. Lebih menghabiskan waktu di rumah untuk mengasah ilmu. Lebih banyak menghafal Al-Qur'an dibanding berbincang-bincang tidak jelas kemana tujuannya.

Rindu yang Tak Berujung (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang