Perkataan dan sikapnya mampu membuat siapa saja kagum padanya.
.
.
.Suara pukulan alat-alat marawis begitu terdengar merdu di aula. Dua orang yang berbeda jenis kelamin itu sedang melantunkan sholawat diiringi suara gendang dan alat-alat lainnya.
Memiliki suara indah memang sejak lama dimiliki oleh keduanya. Belum cukup lama mereka mengikuti kegiatan marawis dan menjadi vokal. Saat awal-awal agak sedikit grogi. Seiring berjalannya waktu rasa itu mulai hilang.
Duduk bersila dan berkumpul membentuk lingkaran besar. Diberi jarak untuk laki-laki dan perempuan. Di sebelah kanan dikhususkan untuk anak laki-laki dan di sebelah kiri untuk anak perempuan. Sebenarnya anggota marawis lebih banyak perempuan dibanding laki-laki. Karena laki-laki hanya ada sekitar 4 orang.
Canda tawa mulai mencairkan suasana. Apalagi ada Adik kelas yang sejak tadi membuat lelucon. Menjadikan aula semakin seru. Tidak sampai di situ, bahkan dia menggoda salah satu anak perempuan yang terkenal pemalu dan pendiam di anggota marawis ini.
"Risya, jangan diam terus atuh. Coba kepalanya diangkat, pasti cantiknya kelihatan." godanya, membuat pipi cewek bernama Risya itu bersemu merah.
"Risya," panggilnya, lalu Risya pun mendongak sekilas.
"Mau nggak jadi istri saya?" tanyanya. Kembali membuat suasana aula menjadi ramai. Suara sorakan tertuju padanya.
"Tukang gombal beraksi."
"Paling cuma baperin aja."
"Jangan baper sama Ramdan, Sya."
Begitulah suara-suara yang menyoraki Ramdan. Adik kelas yang sering menggoda Risya. Bagi Ramdan, Risya anak yang kalem, tidak seperti cewek pecicilan, dan entah kenapa itu membuat Ramdan kagum.
"Bukan gombal, saya serius." kilah Ramdan.
Mereka semua sudah seperti keluarga. Tidak merasa dibedakan antara Adik kelas dan Kakak kelas.
"Langsung aja udah, ke penghulu." usul Yudi.
"Nanti jangan lupa undang aku ya, Ram." ucap gadis yang terkenal pecicilan, namanya adalah Wati.
"Kalau Risya nya mau, saya mah ayo aja." jawab Ramdan santai. Tidak tahu, itu malah semakin membuat Risya menunduk malu.
"Kita juga nanti nyusul ya, Wat?" goda Yudi kepada Wati. Sambil memainkan kedua alisnya.
"Lebih baik aku sama Kak Syawal daripada sama kamu." ketus Wati. Yudi menghembuskan nafas sabar. Begitulah Wati, cewek galak yang mengagumi Syawal. Namun, sama sekali tidak dihiraukan oleh Syawal.
"Ayo, kita mulai latihan lagi." lerai Syawal. Sejak tadi menjadi penyimak dan sesekali tersenyum melihat perdebatan di hadapannya.
"Kak, menurut Kakak saya cocok nggak sama Risya?" bukannya melanjutkan latihan, Ramdan malah menanyakan hal di luar kegiatan marawis.
Sontak membuat Risya tidak nyaman. Entah itu serius atau bercanda. Yang pasti Risya tidak tahu harus menanggapi seperti apa.
Sebelum menjawab Syawal tersenyum terlebih dahulu. "Kalau itu saya nggak tahu. Karena jodoh ada ditangan Allah. Menurut kita cocok dan baik, belum tentu baik dimata Allah. Dan menurut kita nggak cocok dan nggak baik, siapa tahu itu yang terbaik dari Allah." mata Syawal melirik sekilas Sahi yang sedang menunduk.
"Kenapa, Kak?" goda Yudi menyadari tatapan Syawal pada Sahi.
"Kenapa apanya?" tanya Syawal tidak mengerti.
"Matanya kok kayak ke depan gitu? Siapa?" ledeknya. Sontak membuat para gadis mendongak lalu menunduk kembali. Kecuali, Sahi. Mereka berharap ada yang disukai Syawal dari salah satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu yang Tak Berujung (Selesai)
SpiritualSeperti lingkaran yang tak ada ujungnya. Terus memutar dan kembali ke titik awal dimana kita berhasil melewatinya. Namun, akan tetap berjalan di tempat yang sama. Remaja yang masih bergelung dalam impian sebagai pelajar. Kerinduan pada seseorang ya...