Bahagia itu ketika kamu bahagia melihat orang yang kamu sayang mengais kebahagiaannya.
.
.
.Perkataan Agi masih terngiang di kepala Wahyu. Siapa sebenarnya orang yang dimaksud oleh Agi? Wahyu jadi semakin penasaran. Kebiasaan, Agi membuat kepala Wahyu pusing karena terus memutar otak.
Baru saja duduk di atas sofa hendak menutup mata, namun sudah didatangi oleh Abangnya. Terlihat wajah itu mengejek ke arah Wahyu.
"Tumben lo ke sini? Biasanya juga paling malas kalau disuruh ke sini." ucapnya mencibir.
"Gue lagi pengin ketemu lo, Bang. Bosan juga kalau di rumah terus." jawab Wahyu sekenanya.
"Naufal mana?" sedari tadi Wahyu tidak melihat keberadaan Naufal.
"Lagi beli makanan di luar."
Wahyu kembali memejamkan mata. "Gue capek, Bang." racau Wahyu.
"Lo ngapain masih kerja dan tinggal di kost? Bukannya hubungan lo sama orang tua udah membaik?"
"Udah, Bang. Tapi, gue mau tetap kerja. Gue pengin mandiri." lesu Wahyu.
"Emang dasarnya lo itu susah diatur." decak Dirwan.
Wahyu terkekeh. "Gue emang kayak gini. Hidup tuh apa adanya, Bang."
"Iya, terserah." Dirwan pasrah.
"Ngapain lo di sini?" Naufal datang membawa dua bungkus nasi padang dalam plastik. Lalu, menyodorkan satu untuk Dirwan.
"Mampir sebentar. Kenapa? Nggak boleh?" sinis Wahyu.
"Kok sewot, gue kan nanya." ketus Naufal.
"Lo kenapa tadi pulang duluan? Jahat banget nggak nungguin gue." omel Wahyu, memasukkan sesuap nasi padang punya Naufal.
"Nanya sih nanya, tapi tangannya nggak usah cari kesempatan." secepat kilat Naufal menepis tangan Wahyu ketika Wahyu hendak menyendok kembali nasi padangnya.
Wahyu tidak peduli. Ia hanya tertawa. "Pelit."
"Biarin." Naufal cuek.
"Gue mau nikah."
Naufal dan Wahyu kaget. Sampai Naufal tersedak nasi. Segera Wahyu memberikan minum yang ada di meja.
"Lo serius, Bang?" tanya Wahyu tidak percaya.
"Jangan bercanda, Bang." raut wajah Naufal berubah datar.
"Buat apa gue bercanda?" tanya Dirwan menaikkan sebelah alisnya.
"Tapi–"
"Assalamu'alaikum,"
Belum sempat Naufal berbicara. Seorang perempuan datang membawa bingkisan di kedua tangannya dalam jumlah banyak.
"Wa'alaikumussalam."
"Kak Oci?" Wahyu kaget saat melihat siapa yang datang. Oci jarang sekali berkunjung ke sini karena sibuk dengan kuliahnya. Dan sekarang Wahyu senang bisa bertemu dengan Oci.
"Gimana kabar kalian?" tanya Oci tersenyum.
"Baik, Kak. Lo sendiri gimana?"
"Alhamdulillah baik." jawab Oci. Lalu duduk di samping Dirwan.
Oci menatap Dirwan yang terus diam saat dirinya datang. Tersenyum pun tidak. Apa Dirwan tidak menyukai kehadirannya?
"Kamu kenapa, Wan?"
Spontan Dirwan gelagapan. "Aku? Emang kenapa?"
"Dari tadi diam aja. Nggak suka aku datang?" tanya Oci sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu yang Tak Berujung (Selesai)
SpiritualSeperti lingkaran yang tak ada ujungnya. Terus memutar dan kembali ke titik awal dimana kita berhasil melewatinya. Namun, akan tetap berjalan di tempat yang sama. Remaja yang masih bergelung dalam impian sebagai pelajar. Kerinduan pada seseorang ya...