27. Sahi Kembali

8 1 0
                                    

Kehadirannya kembali mendatangkan kelegaan untuk hati yang gelisah. Jangan menghilang tanpa kabar, itu menyakitkan.
.
.
.

"Alhamdulillah, Sahi udah masuk sekolah lagi!" teriak Firza senang, lalu memeluk Sahi begitu erat. Baru sampai depan pintu, Sahi sudah disambut meriah oleh sahabatnya.

"Maaf ya, Za. Aku udah bikin kamu khawatir." sesal Sahi.

Firza malah tersenyum haru. "Nggak apa-apa, Sah. Yang penting sekarang kamu udah ada di sini. Aku kangen banget sama kamu." Sahi terkekeh melihat wajah Firza yang menggemaskan.

Firza mengerucutkan bibirnya. "Aku kesepian."

"Tapi, sekarang aku udah ada di sini. Jadi kamu nggak akan kesepian lagi." goda Sahi.

Firza menuntun Sahi untuk menuju tempat duduknya. Dia mulai menceritakan bagaimana saat Firza dan yang lain mencari Sahi dan tahu mengenai tentang rumah yang di tempati oleh Omnya Sahi. Sahi sampai meneteskan air mata, saking terharunya. Ia begitu bangga memiliki teman yang peduli. Bahagia bisa diberi kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman yang baik seperti mereka.

Namun, ekspresinya kaget saat Firza menceritakan tentang Syawal, Wahyu, beserta yang lain mencarinya hingga maghrib.

"Jadi, yang ke kontrakan aku itu mereka? Sampai maghrib?" tanya Sahi masih dengan wajah kaget.

Firza mengangguk. "Iya, Syawal, Farid, Wahyu, dan juga Agi. Aku mau ikut tapi nggak boleh."

"Emang benar ya, kamu tinggal di kontrakan?" tanya Firza sendu.

"Iya, Za. Sekarang aku sama Ibu tinggal di kontrakan dekat Kafe tempat Ibu kerja." jawab Sahi begitu tenangnya, walau wajahnya begitu kusut. Matanya memerah dan sayu. Hidungnya pun memerah. Firza tidak tega melihat keadaan Sahi.

"Tinggal di rumah aku aja gimana? Umi juga nggak akan larang." bujuk Firza.

Sahi tersenyum. "Nggak usah, Za. Biar aku sama Ibu tinggal di kontrakan aja."

"Aku nggak tega, Sah. Sahabatku menderita," runtuh sudah pertahanan Firza, ia terisak di depan Sahi. Tangan Sahi terulur untuk menghapus air mata itu.

"Aku nggak menderita sama sekali. Kamu tenang aja, aku pasti bisa melewati ini semua." Sahi tersenyum meyakinkan. Firza tidak tenang melihat senyum itu. Ia hafal betul dengan sikap Sahi.

Persahabatan mereka bukan hanya ada dalam suka maupun duka. Tetapi, mengetahui setiap sifat satu sama lain, mengingatkan pada kebaikan, menegur saat sahabat yang satunya melakukan kekhilafan.

Bukan sekadar menemani dikala sedang dalam kesusahan. Namun, bersedia memarahi ketika tidak ada yang memberitahukan masalahnya. Karena apa?

Karena tidak mau ada yang disembunyikan. Dan itu bukti rasa sayang yang tidak ingin terjadi apa-apa pada sahabat.

Bukan karena apa, sebagai sahabat juga ingin menjadi teman dimana ada aksi dalam cerita-cerita tentang kehidupan satu sama lain. Siapa tahu dengan cara itu, masalah akan terasa ringan walau tidak sepenuhnya lenyap. Setidaknya ada kelegaan hati ketika ada pendengar yang setia mendengarkan, yaitu seorang sahabat.

"Kamu selalu menutupi masalah kamu. Aku ini sahabat kamu, Sah. Apa kamu nggak percaya kalau menceritakan masalah kamu ke aku?" terlihat Firza kecewa pada Sahi.

Sahi gelagapan. "Bukan, bukan seperti itu, Za. Aku nggak ada niat untuk berpikir ke arah sana. Tolong, mengerti keadaanku sekarang." wajah Sahi berubah sayu.

Akhirnya Firza mengangguk. "Tapi, jangan pernah merasa sendiri. Allah selalu bersama hamba-Nya. Dan aku akan selalu support apapun langkah kamu."

"Makasih, ya. Aku akan selalu ingat perkataan kamu, Za." jawab Sahi mulai bersemangat.

Rindu yang Tak Berujung (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang