28. Ucapan Terima Kasih

8 1 0
                                    

Hari ini, begitu banyak kejutan. Ada yang aneh dengan sikapnya.
Satu lagi, Terima kasih juga untuk kebaikan kalian.
.
.
.

Tadinya latihan di aula sudah ditekadkan. Namun, tidak jadi dilaksanakan. Dan berakhir di lapangan terbuka. Beruntung cuaca sedang teduh. Tidak membuat mereka yang tengah duduk mengalami kepanasan.

"Kak Sahi nggak apa-apa? Kalau mau istirahat di UKS aja, Kak. Nggak usah latihan dulu." ucap salah satu anak marawis. Ia tidak tega melihat raut wajah Kakak kelasnya yang begitu pucat.

"Nggak apa-apa." jawab Sahi tetap menampilkan senyum tipisnya.

"Lebih baik kamu istirahat, jangan latihan dulu. Nggak usah dipaksain." Syawal mulai khawatir.

"Saya nggak apa-apa. Ayo, lanjut." baiklah kalau begitu, Syawal mengalah.

"Makasih ya, kemarin kamu udah mau datang ke rumah. Dan makasih juga atas kepedulian kalian." tutur Sahi pada Syawal. Dan menatap satu persatu orang yang berada di hadapannya.

Berharap mendapat penjelasan dari Syawal, namun salah. Syawal hanya mengangguk sekilas.

Ramdan menghela nafas. "Kita udah seperti saudara, Kak. Kalau ada satu diantara kita nggak ada, rasanya keluarga ini nggak lengkap."

"Benar, Kak. Siapapun diantara kita kalau nggak ada kabar pasti akan kita cari sampai ke ujung dunia sekalipun." Sahi tertawa kecil, Wati memang selalu bisa menghiburnya.

"Iya, saya bahagia memiliki keluarga seperti kalian." Sahi bangga. Ia tidak dapat menampik rasa bahagianya.

Benar-benar hal yang tidak terduga. Bahkan jauh dari ekspektasi Sahi tentang pertemanan. Maa syaa Allah, sangat mengagumkan.

Tanpa ada yang melihat, Syawal melirik gadis itu. Melihat keadaan Sahi yang mulai membaik. Rasa khawatirnya kini berkurang. Sejak kemarin Syawal cukup mengkhawatirkan keadaan Sahi. Berharap Allah dapat memberi jalan keluar untuk gadis itu. Kembali pada bayangan kemarin, Syawal terus mengucap istighfar. Takut-takut bisa khilaf jika keterusan memikirkan Sahi.

"Katanya nanti bakal ada acara di sekolah ini. Dan kita diminta untuk marawis. Apa kalian siap?" ucap Syawal.

"Siap, Kak. Saya selalu siap untuk apapun." jawab Ramdan semangat.

"Yang lain?" tanya Syawal mengarah pada anak marawis lain.

"Siap, Kak."

"Setuju."

"Aku sih ayo aja, Kak."

"Untuk bertemu dengan Abi Risya aja saya siap, Kak." lanjut Ramdan, mengerlingkan matanya jahil pada Risya. Lagi-lagi Risya jengah menghadapi sikap Ramdan.

"Giliran udah ketemu langsung keringat dingin." ledek Yudi tanpa segan.

Ramdan menatap tidak suka. "Nggak lah, niat saya kan baik."

"Masa sih?" Yudi terus meledek Ramdan. Seketika Ramdan mendengus kesal.

"Terserah kau saja lah." kini bergantian Yudi yang mendengus. Itu kata-kata dirinya, selalu dipakai seenaknya.

〰️〰️〰️

Perjalanan menuju rumah cukup lama. Sedari tadi angkutan umum yang ia tunggu tak kunjung datang. Berakhir berjalan kaki sambil melihat ke belakang siapa tahu ada angkutan umum yang melintas. Namun, belum ada tanda-tanda sama sekali.

Hembusan nafas kasar terdengar dari mulutnya. Hari ini benar-benar melelahkan. Ditambah pikirannya yang sedang runyam.

"Kamu jalan kaki?" tiba-tiba dikagetkan dengan pengendara motor yang berhenti.

Rindu yang Tak Berujung (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang