Taufan menatap tajam kearah Halilintar yang kini mendapatkan hadiah keempatnya dari sebuah mesin capit. Wajahnya merengut kesal karena sedari tadi ia bahkan belum mendapatkan satupun boneka dari mesin laknat yang ingin sekali ia tendang ini.
Pada awalnya, ia dan Gempa hanya mencoba untuk mendapatkan setidaknya sebuah boneka kelinci untuk Aldiyan tapi sayangnya tidak berhasil. Hampir 5 kali percobaan dan tak ada satupun yang berhasil, kecuali di percobaan terakhir. Mereka hampir berhasil namun Taufan justru kehabisan waktu sehingga boneka itu terjatuh di tumpukan boneka lainnya.
Halilintar yang melihat itu tersenyum remeh pada keduanya.
"Satupun nggak dapat daritadi? Yang benar saja."
Taufan yang mendengarnya tentu saja kesal. Ia memasukkan koin kedalam mesin capit itu sembari menantang Halilintar.
"Hali kalau berani ayo taruhan! Yang paling banyak dapet boneka bakal ditraktir sama yang kalah, gimana?"
Dan kali ini ia menyesali mulut laknatnya yang dengan mudah berbicara seperti itu. Mulutnya menekuk seperti bebek, membuat Gempa dan Stanley menepuk pundaknya kasihan.
Fang sudah tertawa dengan Aldiyan digendongannya yang sedang memakan permen. Setelah puas menghabiskan hampir 4 jam ditaman bermain ini, mereka segera pergi ke rumah makan tak jauh dari taman bermain ini.
Tentu saja dengan Taufan yang mentraktir mereka semua dengan tak rela. Bukan, ia rela saja mentraktir mereka semua, tapi ia tak rela karena kalah dari Halilintar di sebuah permainan anak-anak tadi.
Ia yang terkenal di kampusnya dengan julukan 'Perfect Prince' kalah dengan seorang pria yang bahkan baru ia kenal ini?! Heol, Taufan kesal dengan ini.
"Tunggu ya, aku akan bayar dulu," ujar Taufan lalu beranjak dari duduknya. Yang lain mengangguk lalu kembali memfokuskan diri pada Aldiyan.
Taufan mencebik, ia iri sekali dengan si tampan kecil yang sedari tadi tertawa bersama Fang. Fang sangat jarang bisa tertawa seperti itu saat bersamanya. Karena jika ia dan Fang bersama, akan lebih besar terjadi pertengkaran yang berakhir dengan Fang yang menendang dirinya ataupun menyentil dahinya kuat.
Tanpa ia sadari ia berjalan kearah seorang gadis yang berjalan sambil memainkan ponselnya.
Brukk!
"Aduh!" ringis seorang gadis yang tak sengaja ditabrak oleh Taufan.
Taufan yang menyadari ia tak sengaja menabrak orang lain itu segera menoleh.
"Astaga maaf nona! Saya tidak sengaja menabrak anda. Anda baik-baik saja?" ujar Taufan meminta maaf. Taufan meneliti seseorang yang ditabraknya, seorang anak sekolah menengah dengan pakaian sekolah berwarna putih abu dilengkapi sebuah blazer berwarna merah orange.
"Ah iya, saya baik-baik saja. Saya juga salah karena berjalan sambil bermain ponsel tadi." Si gadis tersenyum ramah kearahnya.
Taufan merasa tak enak. "Anda yakin? Kalau ada yang terluka, anda bisa beritahu sa-..!"
"Blaze! Kau baik-baik saja?" seorang pemuda berseragam dan berwajah sama dengan gadis ini tiba-tiba datang sambil memutar balik tubuh si gadis. Memotong perkataan Taufan.
"Uuhh Ice, aku baik-baik saja kok."
Taufan mengerenyit melihat wajah keduanya. Apa-apaan ini? Kembar?! Kenapa mereka terlihat seperti Halilintar dan Gempa versi remaja? Aduh, pusing sekali kepalanya hari ini ya.
"Anu, maafkan saya. Tadi saya tidak sengaja menabrak saudara anda," ujar Taufan meminta maaf sekali lagi. Si pemuda bermata biru itu menatap malas kearahnya. Ia melihat kearah gadis bernama Blaze itu sekali lagi sebelum menatap balik Taufan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Remember Us (Slow Update)
FanfictionTaufan B. Seorang pria berusia 24 tahun yang kehilangan ingatannya disaat berusia 17 tahun. Ia tidak tau siapa jati dirinya. Huruf 'B' dinamanya membuatnya bingung. Apa sebenarnya kepanjangan dari huruf 'B' itu? Apa itu nama marga keluarganya? Akank...