36

698 72 18
                                    

Taufan sedikit terkejut ketika melirik sebuah kardus berisi beberapa buah granat kecil.

Ia tersenyum licik sebelum mengambil diam-diam 3 dari 4 granat yang ada.

"Oh Calestie, lukamu tidak parah loh, coba bandingkan denganku." Taufan menyeringai.

Calestie menggeram marah. Belum sempat ia membalas, sebuah pisau sudah berada didekat lehernya. Ia melirik Stanley yang melakukan itu.

"Apa yang kau lakukan?"

"Menghalangi ibu." Stanley membalas datar.

"Yo Stanley!! Kau tidak waras? Itu ibumu," ujar Taufan, ia tersenyum tipis.

Stanley membalas senyuman tipis itu.

"Ya kau benar. Tapi, kurasa aku cukup puas dengan ini. Aku tidak mau dimanfaatkan lagi."

Taufan tertawa keras, Faddien menggeram marah dan Calestie menatap tajam Stanley.

"Stanley! Beraninya kau! Kau mau mengkhianati kakak dan ibumu!?"

"Kakak? Akulah yang kakak ibu. Faddien itu 2 tahun di bawahku," ucap Stanley dingin.

Taufan memiringkan kepalanya bingung. Tidak tau mengenai ini.

"Aku menuruti kata ibu untuk memalsukan usiaku. Aku mengikuti semua perkataan ibu hingga aku jatuh ke jurang ini."

"Aku tidak mau lagi ibu. Aku menyesal. Aku tidak ingin membunuh orang."

Taufan tertawa mendengar itu. Tidak mau membunuh katanya?

"Stanley, have you lost your mind? You silly man," ucap Taufan datar.

"Jangan membuatku tertawa."

Stanley meneguk ludahnya susah payah. Ia bisa melihat tatapan dingin beserta amarah Taufan yang berusaha pria itu tahan.

Taufan berjalan mendekati mereka bertiga. Faddien dengan segera mengisi peluru dan menembakkannya kearah Taufan dengan cepat.

Dor dor dor dor

Taufan tersenyum licik, ia melemparkan satu buah granat kecil kearah ketiganya dan berguling menjauh.

BLARRRRR!!!

Ederick langsung menoleh dan melotot.

"TAUFAN!" teriaknya.

"Keluarlah paman. Kurasa aku mendengar langkah kaki lain diluar," balas Taufan dingin.

"Apa? Bagaimana denganmu!?"

"Paman, aku berterima kasih karena kau sudah memberi sinyal pada Ocxill. Kau akan sangat membantu dipersidangan nantinya." Taufan tiba-tiba berujar aneh membuat Ederick curiga.

"Apa maksudmu?"

"Tunggu! Kau tidak akan membunuh Calestie dan Faddien bukan?"

"Membunuh?" Taufan berpikir.

Haruskah? Haruskah dia membunuh mereka?

Taufan tentunya akan merasa puas jika ia bisa melakukan itu. Tapi setelahnya apa?

Tujuannya selama tujuh tahun ini berubah drastis. Ia yang awalnya hanya menginginkan kembali pada keluarganya, justru berakhir dengan kenangan pahit yang tidak pernah ia bayangkan.

Seharusnya ia tidak nekat mencari tau semua ini. Tapi bukankah sekarang sudah terlambat. Ingatannya sudah pulih, dan ia bisa mengingat dengan baik setiap detail penghianatan yang dilakukan ayah dan ibunya. Semua kejahatan Ettore pada Siella dan bagaimana Boboiboy memanfaatkan keterpurukan Siella akibat kehilangan Leonel.

Please, Remember Us (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang