21

662 77 25
                                    

Baik Taufan maupun Fang melongo diam mendengar pernyataan dadakan Shielda itu. Terutama Taufan yang terkejut dengan mulut terbuka. Wajahnya berubah merah padam.

"Ka-kau bercanda ya?"

"Kau yang bercanda! Aku ini baru saja mengungkapkan rahasiaku tau!" decih Shielda.

Fang menutup mulutnya, sedikit terkejut. Ia sudah menduganya sejak Shielda yang khawatir berlebih saat Taufan pingsan tempo hari. Ia memilih untuk fokus menyetir. Diliriknya dari kaca, Taufan yang juga masih shock.

"Shielda, aku tak menyangka tentang itu," ujar Taufan.

"Aku juga, aish sial. Ini canggung sekali." Shielda menghindari tatapan Taufan.

"Ekhem, ya.. ini cukup canggung sejujurnya," balas Taufan, pipinya ikut merona.

"Tapi aku serius. Entah kenapa aku tak mau kau kembali pada nona Lin. Ini membuatku.. uhm..."

"Cemburu?" tebak Fang.

"Ja-jangan diperjelas dong!" protes Shielda.

"Apa salahku?"

"Ukkhh!!!"

Shielda memilih memalingkan wajahnya, tak mau kedua pria itu melihat wajahnya yang memerah total.

"Okay, kembali ke topik sebelumnya, kenapa kau meminta ke bandara?" Fang mulai kembali serius.

"Aku ingin melihat Stanley dan kakaknya. Jangan khawatir, aku tidak akan kabur," sahut Taufan cuek.

"Stanley punya kakak?" tanya Fang terkejut.

Taufan mengangguk. "Punya, dia seumuran Sai. Kebetulan kakaknya akan datang menemui Stanley hari ini."

"Tunggu dulu, berarti kau pernah bertemu dengannya?"

"Aku bertemu dengannya saat aku SMA kelas 2, kami cukup sering bertemu saat itu."

"Lalu Stanley.."

"Aku belum bertemu dengannya, pertemuan pertamaku dengannya itu dirumah sakit." Taufan berujar serius.

"Ah, aku ingat," balas Fang.

"Saat kau jatuh waktu itu kan ya?"

"Iya.

.
.
.

7 tahun yang lalu, di rumah sakit

.
.
.

"Ukhh, kepalaku sakit.." Taufan memegangi kepalanya yang kembali berdenyut. Ia melepas topi birunya, melihat kembali ukiran namanya disana.

Taufan B.

Hanya itu. Ia tak ingat apa-apa lagi. Ia sendirian dan merasa takut.

Ia berjalan dengan bantuan tongkat, sebelumnya akhirnya jatuh karena tak kuat berjalan kembali.

Suara langkah kaki terdengar cepat kearahnya, diikuti suara-suara berisik.

"Hei! Kau baik-baik saja? Halo?"

Seseorang mencoba berbicara dengan Taufan, Taufan mengangkat kepalanya.

Ada dua orang remaja laki-laki yang membantunya berdiri. Satu berambut raven dengan kacamata ungu, yang satunya berambut hitam legam dengan mata coklat gelap.

"Kau baik? Mau kuantar ke ruang inapmu?" tanya yang berambut hitam.

"Apa kau tertabrak truk? Wajahmu lukanya terlihat dalam, kenapa tidak diperban?" Si rambut raven bertanya.

Please, Remember Us (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang