22

609 87 33
                                    

"Kak Taufan."

"Hm?"

Taufan menoleh, menatap Gempa yang terlihat bingung.

"Barusan sampe? Kok nggak masuk?" tanya Taufan bingung.

"Uhm.. itu... Gempa nggak berani masuk."

"Kenapa? Ayo masuk." Taufan menarik tangan Gempa.

Terdengar suara berisik dari dalam rumahnya. Taufan tersenyum tipis.

"Pak, lagi ada tamu?" Taufan bertanya pada salah satu tukang kebun.

"Ah tuan muda Taufan dan Gempa. Itu nyonya besar sedang kedatangan tamu. Tapi, sepertinya beliau tidak menyukai tamu itu," ujar tukang kebun itu, sedikit berbisik.

Taufan mengangguk paham.

"KELUAR DARI RUMAHKU!!!"

Suara teriakan terdengar. Gempa bergegas lari kedalam, sementara Taufan bersiul santai.

"Nenek Megan?"

"Ah, bu Megan lagi keluar tadi, nyonya besar yang meminta dia keluar mencari pesanan nyonya."

"Okay, makasih ya pak~"

Taufan berjalan santai meski ia mendengar suara Gempa yang menahan ibunya.

Taufan masuk kedalam, dan menemukan Ettore duduk sembari menatap kecewa Siella.

"Fan kamu kenal kakek kan? Iya kan?" ucap Ettore pada Gempa yang dikiranya adalah Taufan

"Namaku bukan Fan! Aku nggak kenal kakek! Kakek siapa sebenarnya? Bunda! Tenang dulu!"

Terlihat Gempa yang menahan Siella yang hendak menarik Ettore pergi.

"Assalamualaikum Taufan pulang!"

Siella, Gempa dan Ettore menoleh, menatap Taufan yang menatap ketiganya polos.

"Oh! Kakek Ore! Halo~"

"Fan?" Ettore menatap bingung Taufan dan Gempa kemudian menghela napas.

"Aku lupa kalau kau punya 3 anak kembar, Siellvax" desahnya.

"Oh? Jadi tadi kakeknya hanya berpura-pura ya?" Taufan tertawa kecil.

"Mau apa lagi kau!? Sudah kubilang jangan sentuh anak-anakku!" marah Siella.

"Sudah ayah bilang dengarkan dulu penjelasan ayah. Kenapa kau tidak mengerti juga?" ujar Ettore.

"A-ayah? Tapi bunda kan tidak punya..?" Gempa terlihat bingung.

"Hah, Gempa masuk ke kamar." Taufan memijat keningnya pusing.

"Apa? Nggak mau! Kakak mau ngapain?" tolak Gempa, menggeleng kuat.

"Kubilang masuk kamar Gempa," ujar Taufan serius. Wajahnya mengeras, mengatakan bahwa ia tidak mau dibantah.

Gempa berdecih. Kemudian berbalik dan lari masuk ke kamarnya. Suara bantingan pintu terdengar, ia yakin bahwa Gempa marah padanya. Ia akan mengurus itu nanti.

Taufan menatap datar kedua orang dewasa didepannya.

"Aku sudah tau tentang bunda, masa lalu bunda dan ayah, aku sudah tau semua itu. Aku tidak akan memberitahu Halilintar ataupun Gempa. Jadi kalian tidak perlu khawatir," ujar Taufan.

"Taufan!" Siella memegang bahu Taufan, menatapnya terkejut.

"Kapan? Sejak kapan kamu sadar? Taufan jawab!"

"Setahun yang lalu, sejak aku menguping pembicaraan bunda yang ingin membunuh ayah."

"Kamu..."

"Aku juga tau tentang bunda yang berniat menyingkirkan aku. Ah, bukan hanya bunda, tapi juga ayah."

Please, Remember Us (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang